Apakah Ibu dan Sisters punya kebiasaan buruk dan kesulitan untuk mengubahnya? Misalnya ketika bangun di pagi hari dengan suasana rumah yang masih hening, lalu ingin memanfaatkannya untuk me time produktif tanpa diganggu, seperti menulis, olahraga, atau crafting. Namun, kemudian Ibu dan Sisters mengambil smartphone, duduk bersandar di sofa, dan membuka aplikasi media sosial. Scrolling… scrolling… scrolling… tak terasa langit sudah terang dan tukang sayur sudah datang. Yah, hilang deh kesempatan me time hari ini, pikir Ibu.
Ibu dan Sisters familiar dengan situasi di atas? Jika iya, maka scrolling media sosial mungkin sudah menjadi kebiasaan atau habit. Apakah Ibu mulai terganggu dengan kebiasaan tersebut? Atau ada kebiasaan lain seperti makan camilan manis di malam hari padahal timbangan terus bergerak ke kanan? Atau Ibu dan Sisters sering menonton drakor sampai larut malam? Perlu diketahui bahwa habit adalah mekanisme otak untuk menghemat kerjanya. Karena sudah dilakukan terus-menerus, kegiatan itu menjadi otomatis dan dikerjakan tanpa berpikir. Sayangnya, otak kita tidak bisa membedakan kebiasaan baik dan buruk. Rutinitas yang sering dilakukan, itulah yang direkam otak kita.
Jika Ibu dan Sisters memiliki kebiasaan buruk yang ingin dihilangkan, jangan khawatir, selalu ada solusi untuk setiap masalah, termasuk cara mengubah kebiasaan buruk. Sebelumnya, kita harus tahu apa trigger dan efek dari sebuah kebiasaan. Di sini kita ambil contoh kebiasaan scrolling media sosial di pagi hari, ya. Namun, konsep tentang habit ini bisa diterapkan pada kebiasaan lain.
Ibu bisa bertanya kepada diri sendiri, mengapa bermain media sosial di pagi hari? Apakah butuh duduk santai? Atau ingin terkoneksi dengan orang lain? Atau mungkin hanya butuh pemanasan karena masih mengantuk di pagi hari? Bagaimana perasaan Ibu setelah “bermain” media sosial? Apakah merasa terinspirasi? Atau mata jadi segar dan kantuk hilang? Jika sudah tahu penyebab dan efek yang diberikan, Ibu bisa mencari alternatif kegiatan yang memiliki trigger dan efek yang sama. Apa kegiatan lain yang memberi efek sama dengan media sosial? Jika ingin kantuk hilang, bagaimana dengan olahraga ringan atau menulis jurnal?
Agar mengubah kebiasaan bisa lebih efektif, berikut tip yang bisa Ibu dan Sisters lakukan:
- Atur agar kebiasaan buruk tidak mungkin dilakukan. Karena scrolling media sosial butuh internet, bagaimana jika koneksi internet dimatikan di pagi hari? Atau yang lebih ekstrem, letakkan gawai di tempat yang sulit dijangkau, sehingga Ibu tidak bisa langsung mengaksesnya.
- Sadar betul dengan efek yang diberikan. Tak hanya sadar terhadap efek negatif dari kebiasaan buruk, tetapi juga sadar terhadap efek positif jika berhasil mengubah kebiasaan tersebut. Bermedia sosial di pagi hari walaupun memberi kesenangan sesaat, tetapi juga bisa merusak mood seharian karena kesempatan me time produktif hilang.
- Buat agar rutinitas pengganti menjadi mudah dilakukan. Apa pun kegiatan penggantinya, buat itu terlihat nyata dan bisa segera Ibu lakukan di pagi hari. Misalnya dengan meletakkan buku jurnal atau pengingat olahraga di tempat yang mudah terlihat.
Mengubah kebiasaan memang tidak mudah. Walaupun sudah tahu teori dan solusinya, butuh tekad dan kesadaran kuat untuk benar-benar menggantinya menjadi kebiasaan baru yang lebih baik. Semangat, ya, Ibu dan Sisters!
***
Referensi:
Carden, L., & Wood, W. (2018). Habit formation and change. Current Opinion in Behavioral Sciences, 20, 117–122. doi:10.1016/j.cobeha.2017.12.009
Duhigg, C. (2012) The Power of Habit: Why We Do What We Do in Life and Business. New York: Random House LLC.
Jager, W. (2003) Breaking ’bad habits’: a dynamical perspective on habit formation and change. in: L. Hendrickx, W. Jager, L. Steg, (Eds.) Human Decision Making and Environmental Perception. Understanding and Assisting Human Decision Making in Real-life Settings. Liber Amicorum for Charles Vlek. Groningen: University of Groningen.
Penulis: Detta Devia
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Nur Fauziah