Rani namanya, wanita yang baru saja ikut suaminya ke negara lain. Sebelum keberangkatannya, Rani telah bersepakat dengan rekan bisnisnya untuk pindah dari bagian pengembangan produk dan pemasaran ke bagian advisor perencanaan produk dan marketing. Keputusan itu diambil dengan pertimbangan tugas pokok Rani yang masih beririsan dengan tugas sebelumnya.
Rani menjalani aktivitasnya sebagai istri dan advisor dengan antusias. Tidak ada masalah yang berarti. Timnya bekerja dengan baik meskipun zona waktu mereka jauh berbeda. Semua baik-baik saja, pikirnya saat itu. Zoom meeting demi meeting berlalu, tetapi Rani merasa semakin kosong. Rani berbicara dengan suaminya dan rekan bisnis yang juga sahabatnya, “Kira-kira apa yang salah, ya?” tanyanya saat itu.
Apakah Ibu dan Sisters pernah mendengar atau mengalami kisah serupa? Meskipun mirip, kebutuhan mengekspresikan diri setiap orang ternyata berbeda. Berbelanja, membaca buku, interaksi dengan orang lain merupakan sesuatu yang membuat orang lain hidup. Ada yang merasa bahagia setelah membersihkan rumah dan melihatnya rapi. Di sisi lain, ada pula seseorang yang merasa hidupnya produktif setelah berhasil menolong orang lain.
Apa yang membedakan masing-masing orang? Dalam kajian psikologi positif, setiap orang dianggap memiliki potensi untuk dapat hidup optimal (Gable dan Haidth, 2005). Gallup dalam teorinya menyebut potensi sebagai bakat. Bakat ini membutuhkan ruang berekspresi untuk tumbuh dan hidup. Dalam teorinya, kelebihan adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugasnya dengan kondisi yang selalu tinggi. Komponen untuk menjadikan seseorang selalu dalam kondisi tersebut adalah pengetahuan, skill, dan bakat.
Rani adalah seorang pekerja keras, dia butuh ruang untuk menyalurkan bakatnya yang ternyata tak hanya pada proses berpikir, tetapi juga beraktivitas. Proses pengembangan produk dan pemasaran merupakan aktivitas yang melibatkan Rani untuk terjun secara langsung. Maka tak heran, saat pindah, Rani menjadi kosong karena bakatnya kurang terekspresikan.
Setelah berdiskusi, Rani memutuskan mengikuti saran suaminya untuk terlibat dalam ekosistem baru. Ekosistem yang membuatnya melakukan aktivitas yang sebelumnya tak pernah dilakukan. Rani akhirnya terlibat dalam kegiatan kerelawanan di salah satu panti asuhan anak berkebutuhan khusus. Di sana dia merasa hidupnya produktif karena bisa mengeksekusi berbagai ide untuk membuat mainan edukasi anak. Dia menemukan kebahagiaan dengan merakit berbagai hal dari ide-ide yang dihasilkannya. Rani masih aktif menjalankan bisnisnya, dia juga hidup bahagia dengan suaminya.
Jika Ibu dan Sisters adalah Rani, maka proses pertama yang harus dilakukan adalah berkenalan kembali dengan diri sendiri. Pahami aktivitas apa dan bagaimana aktivitas tersebut bisa membuat diri merasa hidup. Jika merasa kesulitan, ada banyak tes baik gratis maupun berbayar yang bisa membantu menemukan bakat dalam diri. Terakhir, Rani berhasil melengkapi kekosongan dirinya setelah mengambil langkah untuk mencoba aktivitas yang baru baginya. Begitu juga untuk Ibu dan Sisters, melakukan aktivitas baru mungkin bisa menjadi solusi yang patut dicoba.
***
Referensi:
Gable, Shelly L dan Haidth, Jonathan. 2005. What (and Why) is Positive Psychology?. Review of General Psychology. Vol 9. No. 2. pp 103-110. Diakses dari: https://www.researchgate.net/publication/228341568_What_and_Why_Is_Positive_Psychology
Clifton, D.O dan Harter, J.K (2003). Investing in strengths. In A. K S. Cameron, B J. E Dutton & C. R. E Quinn (Eds), Positive Organizational Scholarship: Foundation of a New Discipline (pp, 111-121). San Fransisco: Berrett Koehler Publishers, Inc.
Penulis: Anisatun Nikmah
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa