Ingin sehat dengan mudah dan murah meriah? Jalan kaki saja!
Sebuah studi menunjukkan bahwa orang-orang akan lebih sehat jika tinggal di kawasan yang di dalamnya memiliki komunitas aktif dalam beraktivitas dan juga berolahraga. Mereka yang tinggal di daerah yang mudah diakses dengan berjalan kaki, ternyata punya indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tinggal di daerah yang sulit diakses dengan berjalan kaki. Bahkan nih, tingkat kejahatan pun dinilai cenderung rendah di daerah yang punya walkability yang tinggi.
Bagi ibu hamil, jalan kaki secara teratur pun dapat meningkatkan kualitas tidur karena memunculkan hormon endorphin yang membuat bahagia. Bahkan, jalan kaki jam 9 pagi akan memicu hormon serotonin yang membuat suasana hati menjadi lebih positif dan berpikir menjadi lebih tenang. Tidak hanya itu, penelitian oleh Rury dan Nurlela pada tahun 2020 menujukkan bahwa terapi dengan berjalan kaki selama 10 menit dapat digunakan sebagai salah satu alternatif asuhan untuk ibu hamil dengan hipertensi.
Bagi lansia latihan fisik seperti berjalan kaki bermanfaat untuk menghambat penurunan kemampuan antisipasi reaksi yang biasa terjadi seiring bertambahnya usia. Untuk yang memiliki riwayat diabetes melitus berjalan kaki selama 30 menit bermanfaat untuk mengontrol kadar gula dalam darah.
Wah, ternyata banyak sekali ya kebaikan dari berjalan kaki!
Serunya Bergabung dengan Komunitas Pejalan Kaki
Jadi, pernahkah Ibu dan Sisters melihat sekelompok orang mengunjungi berbagai tempat di sebuah kota dengan cara berjalan kaki? Kelihatannya seru sekali, ya!
Di akhir pekan yang erat dengan aktivitas melepas penat, kita diajak untuk mengenali kota yang selama ini ditinggali dengan cara yang asyik dan tentu saja menyehatkan.
Berjalan kaki saat ini tidak lagi identik dengan kesendirian dan kesepian. Banyak komunitas yang menginisiasi gerakan ini dengan menggabungkannya bersama dengan jelajah kota beriringan perjalanan wisata sejarah atau wisata kuliner. Misalnya Maniac Street Walkers Surabaya, Jelajah Bandung, Cerita Bandung, Komunitas Pejalan Kaki Semarang, dan Jakarta on Foot.
Menurut Rapoport dalam bukunya yang berjudul Human Aspect of Urban Form, kecepatan rendah dari berjalan kaki membuat kita dapat mengamati objek secara detail serta lebih mudah menyadari lingkungan sekitar. Berjalan kaki juga bisa disebut sebagai sarana transportasi karena menghubungkan antar fungsi dari setiap kawasan, misalnya kawasan perdagangan, budaya, dan permukiman, sehingga dengan berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi.
Oleh karena itu, tidak heran jika jumlah peserta dalam komunitas jalan kaki selalu bertambah seiring berjalannya waktu. Selain menjadi tempat bersilaturahmi, berjalan kaki secara bersama-sama juga membuat kita lebih membumi. Kita menjadi lebih sadar terhadap segala sesuatu yang mungkin selama ini terlewatkan karena terlalu sering menggunakan kendaraan.
Tipe Pejalan Kaki
Tahukah Ibu dan Sisters bahwa keputusan berjalan kaki ternyata dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, dan fisik?
Menurut Zimring dalam penelitiannya di tahun 2007, pemilihan rute atau tujuan perjalanan dipengaruhi oleh karakteristik jalur dan tempat tujuan. Jadi ada dua kategori intensi dalam aktivitas berjalan kaki, yakni berjalan rekreatif (recreational walking) dan berjalan sebagai perantara (instrumental walking). Tujuan dari recreational walking adalah untuk kesenangan, berkebun, olahraga, peningkatan kesehatan, dan aktivitas fungsional lainnya. Jenis berjalan seperti ini dapat dilakukan secara individu maupun terorganisir seperti klub jalan sehat.
Sedangkan instrumental walking adalah aktivitas berjalan yang dilakukan bukan karena rekreasi ataupun aktivitas fisik tertentu, melainkan hasil aktivitas utama atau rutinitas lain. Seperti berjalan ke tempat kerja dan tujuan lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam aktivitas fisik meliputi karakteristik level individu (sosio demografi, budaya, karakteristik perilaku, dan gaya hidup tertentu) sampai dengan karakteristik level sosial (norma sosial, kebijakan publik, dan tekanan pasar).
Jadi apapun tujuannya, berjalan kaki tidak pernah memunculkan efek negatif kok, asalkan dilakukan secara tepat, aman, dan tentu saja dengan hati yang gembira.
Yuk, kita jalan kaki bareng!
***
Referensi:
Craig, Z. (2007). Where Active Older Adults Walk. Environment and Behavior. 39(1).
Doyle, S., Kelly-Schwartz, A., Schlossberg, M., & Stockard, A. (2006). Active Community Environments and Health: The Relationship of Walkable and Safe Communities to Individual Health. Journal of the American Planning Association. 72(1), 19-31. doi: 10.1080/01944360608976721
Isrofah, I., Nurhayati, N., & Angkasa, P. (2017). Efektifitas Jalan Kaki 30 Menit Terhadap Nilai Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Karangsari Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Journal of Holistic Nursing Science, 4(1), 16-24.
Lungit, W., and Imam, S. (2020) Pengaruh Olahraga Jalan Kaki Terhadap Antisipasi Reaksi Pada Lansia. Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan. 5 (1). 1-7. ISSN 2549-6360
Martiningrum, I. (2011). Berjalan Kaki Sebagai Lifestyle Masyarakat Kota. Psikologi dan Arsitektur, 186-192.
Rappoport, A. 1977. Human Aspect of Urban Form. Oxford: Pergamon Press
Ruri, R. Y. A., & Nurlaela, A. R. (2020). Pengaruh Terapi Jalan Kaki 10 Menit terhadap Tekanan Darah pada Primigravida. Jurnal Abdidas, 1(2), 64-69. https://doi.org/10.31004/abdidas.v1i2.15
Wulandari, A., Retnaningtyas, E., & Wardani, E. K. (2018). Efektivitas Olahraga Ringan Jalan Kaki Terhadap Kualitas Tidur Ibu hamil Trimester 3 di Desa Silir Kecamatan Wates Kabupaten Kediri. Journal for Quality in Women’s Health, 1(1), 27-32.
Penulis: Hanifa Paramitha Siswanti
Designer: Rifki Aviani
Editor : Sucia Ramadhani