Empowered women empower women.
Perempuan berdaya saling menguatkan dan bergerak bersama—salah satunya melalui komunitas perempuan. Indonesia memiliki banyak komunitas perempuan, mulai dari tingkat RW hingga nasional. Masing-masing memiliki fokus di bidang yang berbeda-beda, entah itu keagamaan, pendidikan, perlindungan perempuan dan anak, kesehatan, dan banyak lagi. Lebih dari sekadar pengembangan kapasitas perempuan, komunitas perempuan ternyata memiliki peran yang lebih besar, lho, yaitu menjembatani partisipasi aktif perempuan dalam ranah publik, misalnya melalui keterlibatan dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan atau program pembangunan terkait perempuan (Karaya et.al., 2013; Ruiz & Mollinedo, 2013; Oino et.al., 2014).
Fungsi advokasi yang dimiliki komunitas perempuan terutama dibutuhkan oleh kelompok perempuan termarjinalkan, salah satunya adalah petani perempuan. Persentase perempuan yang bekerja di sektor pertanian adalah yang tertinggi di Indonesia tetapi 80% dari mereka masih tidak mendapatkan upah kerja maupun penyuluhan pertanian (Kemenpppa, 2012). Walaupun petani perempuan memiliki peranan penting dalam roda perekonomian dan ketahanan pangan Indonesia, peran mereka seolah tak kasat mata dan dalam beberapa kasus mereka bahkan tidak diterima oleh kelompok petani (Agarwal, 2000; Byrne et.al., 2014; Cush et al., 2018; Kernecker et.al., 2017). Beberapa kendala seperti persepsi sempit tentang peran perempuan, rendahnya tingkat pendidikan, permasalahan perekonomian, terbatasnya jaringan sosial, kesibukan domestik, perasaan rendah diri dan buruknya birokrasi menyebabkan perempuan kesulitan untuk berpartisipasi dalam ruang diskusi publik (Bock, 2004; Emmanuel, 1995; Kebede, 2019). Dengan prinsip “dari perempuan, untuk perempuan”, komunitas perempuan mampu menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perempuan untuk mengembangkan kapasitasnya dan menguatkan perannya di ranah publik.
Perempuan Desa Berdaya dan Berkarya Bersama
Di tahun 2016, saya bertemu dengan ibu-ibu hebat yang tergabung dalam komunitas perempuan bernama Kelompok Karya Ibu (KKI). Ibu-ibu KKI adalah petani, peternak, pedagang dan ibu rumah tangga yang tinggal di Kampung Areng, Jawa Barat. Sebagian besar perempuan di Kampung Areng adalah lulusan SD atau SMP, begitu pula dengan ibu-ibu KKI. Tapi berbekalkan pengetahuan yang didapat dari workshop pertanian, KKI berhasil menginisiasi zero waste biogas melalui pengolahan limbah biogas (slurry) menjadi pupuk bekas kascing (pupuk kascing).
KKI didirikan oleh Ibu Eti dan Ibu Nina, perempuan yang pertama kali mempraktikkan produksi pupuk kascing di Kampung Areng. Pada awalnya, pupuk kascing hanya digunakan untuk kebun sendiri dan sisanya dijual secara individu. Tapi melihat banyaknya perempuan di Kampung Areng yang membutuhkan pemasukan tambahan dan banyak pula yang memiliki slurry di rumahnya, Ibu Eti dan Ibu Nina pun mengajarkan proses produksi pupuk kascing kepada beberapa perempuan di Kampung Areng dan mulai menjual pupuk kascing secara komunal untuk mencapai penjualan yang lebih tinggi. Dengan keanggotaan dan skema bisnis yang ramah perempuan, jumlah perempuan yang melakukan bisnis pupuk kascing (bekas cacing) terus bertambah.
Belajar dari Kelompok Karya Ibu
Ada banyak inisiasi komunitas perempuan dan banyak pula program pemberdayaan perempuan yang diimplementasikan, tapi sedikit yang dapat bertahan. Apa saja, ya, yang bisa kita pelajari dari ibu-ibu KKI supaya mampu membangun komunitas perempuan yang impactful dan langgeng keberjalanannya?
1. Mulailah dari hal yang dekat dan penting bagi kita
KKI dibentuk dengan tujuan awal untuk menyelesaikan permasalahan di Kampung Areng yaitu rendahnya tingkat perekonomian dan pencemaran lingkungan. Dalam mencari solusi, KKI pun fokus pada potensi lokal sehingga mudah diadaptasi oleh warga Kampung Areng. Memperjuangkan sesuatu yang dekat dan penting bagi kita memudahkan kita untuk menjaga niat dan motivasi. Oleh karena itu, yuk, kita lebih peka lagi dengan masalah dan potensi di sekitar kita!
2. Mencari dan mengamalkan ilmu sama pentingnya
Dalam keberjalanannya, KKI terus membagi pengetahuan mereka, terus berinovasi, dan melewati banyak trial-and-error agar bisnis pupuk kascing ramah bagi perempuan di desa. Semua proses tersebut menghasilkan temuan baru baru terkait pemberdayaan perempuan desa, menarik pemerintah dan NGO untuk belajar dari KKI, hingga terbentuklah alur pertukaran pengetahuan secara dua arah antara KKI dengan pemerintah dan NGO. Eksposure terhadap pengetahuan membantu kita untuk mengembangkan ide, sedangkan berbagi pengetahuan akan memperluas manfaat dan membuka lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan diri.
3. Berkomunitas dengan dasar empati
Berbeda dengan komunitas pada umumnya, KKI tidak kaku dalam mengatur keanggotaan dan kegiatan kelompok seperti rapat atau pelatihan. Pendiri KKI mengerti akan adanya kepentingan domestik dan pekerjaan lain di luar KKI sehingga memaklumi jika ada beberapa anggota yang mendadak tidak aktif lalu muncul kembali. KKI juga bersedia mengajari masyarakat lain yang tertarik dengan pupuk kascing walaupun orang tersebut tidak bisa menjadi anggota KKI. Membangun ruang yang aman dan kondusif bagi perempuan untuk berkembang harus dimulai dari empati. Dan kalau bukan sesama perempuan, siapa lagi yang dapat berempati kepada perempuan lainnya?
Dengan berkomunitas, perempuan dapat membangun jaringan sosial yang kohesif, membuka akses ke sumber daya yang dapat meningkatkan kapasitas perempuan (Ameridyani, 2018). Seperti ibu-ibu KKI, bersama kita juga bisa menguatkan peran kita untuk berkontribusi dalam ranah publik. Lihatlah ke sekitar Ibu dan Sister, apa ada komunitas perempuan yang bervisi sama? Atau mungkin komunitas perempuan itu adalah Lab Belajar Ibu? Di komunitas manapun itu, semoga semangat Ibu dan Sister selalu membara untuk berdaya, berkarya, dan membawa manfaat untuk pembangunan Indonesia!
***
Referensi
Agarwal, B. (2000). Conceptualizing Environmental Collective Action: Why Gender Matters. Cambridge Political Economy Society, 24(1996), 283–310. https://doi.org/10.1093/cje/24.3.283.
Ameridyani, A. A. (2018). Assessment of Women Group’s Role in Enhancing Rural Women’s Capacity for Their Active Involvement in Rural Development. Case Study: Kelompok Karya Ibu (KKI) Women Group in Rural Area of West Bandung District, Indonesia. Master’s Thesis, Kyoto University.
Bock, B. B. (2004). Fitting in and Multi-tasking : Dutch Farm Women ’ s Strategies in Rural Entrepreneurship. Sociologia Ruralis, 44(3), 245–260. https://doi.org/10.1111/j.1467- 9523.2004.00274.
Byrne, A., Duvvury, N., Macken-Walsh, A., & Watson, T. (2014). Finding ‘Room to Manoeuvre’: Gender, Agency and the Family Farm. Feminisms and Ruralities, (August 2015), 119–130.
Cush, P., Macken-Walsh, Á., & Byrne, A. (2018). Joint Farming Ventures in Ireland: Gender identities of the self and the social. Journal of Rural Studies, 57, 55–64. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2017.09.017.
Emmanuel, N. N. (1995). The role of women in environmental management: An overview of the rural Cameroonian situation. GeoJournal, 35(4), 515–520. https://doi.org/10.1007/BF00824366
Karaya, R. N., Onyango, C. A., & Amudavi, D. M. (2013). Fighting hunger together: a case of women 57 farmers’ participation in women groups in Mwala Division, Kenya. International Journal of Agricultural Management and Development, 3(3), 189–200.
Kebede, A. (2019). Opportunities and Challenges of Women’s Participation in Decision-Making at Local Government Administration: The Case of Debre-Tabor City Administration, South Gondar Zone, Amhara Regional State, Ethiopia. Advance. https://doi.org/10.31124/advance.10048160.v3
Kemenpppa. (2012). Kebijakan dan Strategi Peningkatan produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Kernecker, M., Vogl, C. R., & Aguilar Meléndez, A. (2017). Women’s local knowledge of water resources and adaptation to landscape change in the mountains of Veracruz, Mexico. Ecology and Society, 22(4). https://doi.org/10.5751/ES-09787-220437.
Oino, P. G., Auya, S., & Luvega, C. (2014). Women Groups : A Pathway to Rural Development in Nyamusi Division , Nyamira. International Journal of Innovation and Scientific Research, 7(2), 111–120.
Ruiz, R. M., & Mollinedo, C. L. (2013). Female Collective Actions and Economic Empowerment in the Community of Soni (Tanzania). Aibr-Revista De Antropologia Iberoamericana, 8(2), 233–259.
Penulis: Adzani Ardhanareswari A.
Desainer/Iustrator: Rifki Aviani
Editor: Fadlillah Octa