Uncategorized

Pentingnya Kalimat Positif untuk Perkembangan Anak

Sebagai orang tua, kita pasti akan mengalami fase eksplorasi anak yang seringkali menguji emosi. Dalam situasi yang tidak kondusif, saat ibu sedang lelah ataupun sedang memiliki masalah, perilaku anak sering memicu kita untuk meledak dan akhirnya mengeluarkan kata atau kalimat yang buruk. Meski seringkali kondisi ini tidak disengaja, namun tahukah ibu jika anak terus menerus terpapar kata – kata negatif, ternyata dapat memberikan pengaruh yang buruk pada anak bahkan mempengaruhi cara kerja organ tubuh anak tersebut?

Sebuah studi membuktikan bahwa pengaruh kata dalam hidup itu bukan hanya sebuah metafora. Dalam studi tersebut didapatkan bahwa terdapat perbedaan hasil pencitraan dari otak yang terpapar kata-kata positif, negatif, dan netral. 

Hasil pencitraan otak yang terpapar kalimat negatif menunjukkan adanya aktivasi mekanisme pertahanan otak di bagian lobus frontal. Stimulasi yang terus berulang dalam jangka waktu lama akan berpengaruh terhadap persepsi manusia terhadap sesuatu. Mirip dengan proses “programming” pada komputer. Selain itu, paparan kalimat negatif juga bisa mengaktifkan amigdala yaitu bagian otak yang merupakan pusat rasa takut, dan bisa memicu hormon stress berlebih. 

Sebaliknya, paparan kalimat positif menunjukkan adanya aktivasi di bagian otak yang bertanggung jawab untuk pelepasan hormon yang berpengaruh terhadap kesehatan mental, salah satunya hormon dopamin dan serotonin. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mencerna kata – kata yang ditujukan kepadanya kemudian dapat memberikan imbas atau efek pada sistem tubuh yang lainnya. 

Dalam aspek pengasuhan, anak yang sering terpapar kalimat negatif, akan membentuk persepsi negatif terhadap dirinya. Kalimat seperti “Kok gitu saja ga bisa?”, “Jangan cengeng ya, merepotkan sekali”, atau “Kamu bikin malu ibu saja tidak seperti si A”, hingga ke kalimat yang diikuti kata-kata kasar akan secara tidak sadar diproses di dalam otaknya. Otak anak yang masih berkembang akan membentuk jaringan saraf yang salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh. Hal ini sering juga disebut Neuroplastisitas. Neuroplastisitas adalah konsep neurosains untuk perkembangan otak dan sistem saraf yang didasari oleh pengaruh lingkungan sehingga otak memiliki kemampuan untuk mengubah struktur dan fungsinya.

Anak yang tumbuh dengan paparan kalimat negatif yang tinggi, akan memiliki rasa percaya diri yang rendah dan lebih pesimis. Dia juga akan cenderung menarik diri dari lingkungan. Selain dampak psikologis, kalimat negatif juga terbukti akan berpengaruh terhadap kesehatan anak seperti lebih sering sakit dan sebagainya.

Lalu bagaimana jika Ibu terlanjur mengeluarkan kalimat negatif pada anak? Kabar baiknya ternyata hal ini masih bisa diperbaiki, tergantung dari berapa lama paparan kalimat negatif tersebut telah diberikan pada anak. Otak anak yang masih berkembang (ingat konsep neuroplastisitas) masih bisa membentuk koneksi saraf yang baru mengikuti perubahan perilaku orang tuanya. Meskipun pada beberapa kasus mungkin meninggalkan luka pengasuhan dan membutuhkan penanganan tenaga ahli.

Adapun beberapa hal yang bisa kita usahakan untuk memperbaiki keadaan tersebut antara lain : 

  1. Kenali diri dan cari tahu pemicu ledakan emosi Ibu

Dengan mengenali diri ibu sendiri, ibu akan tahu pola emosi ibu seperti kapan bisa terpicu hingga mengeluarkan kata-kata negatif. Contohnya ketika ibu cenderung emosi saat lelah, maka beri waktu untuk ibu beristirahat sebentar. Menjauhlah sesaat. Masuk dan berdiam diri di kamar sambil mengatur nafas untuk mencegah ibu mengeluarkan kata – kata negatif.

  1. Mintalah bantuan dan dukungan dari orang sekitar atau keluarga.

Membesarkan anak adalah komitmen seumur hidup dan tugas yang berat. Ibu membutuhkan dukungan dari banyak pihak untuk merawat anak. Jangan sungkan untuk meminta bantuan pada suami, keluarga, ataupun pihak ketiga bila ibu sudah merasa kewalahan menangani banyak hal. Ketika Ibu sering terpicu emosi karena lelah membersihkan rumah, ibu sangat boleh meminta bantuan orang lain untuk urusan kebersihan rumah. Hal tersebut dapat mengurangi beban ibu. 

  1. Journaling.

Ibu bisa keluarkan kegelisahan dan kecemasan ibu dalam bentuk tulisan di jurnal harian ibu. Ibu bisa memulai dengan jurnal syukur untuk membuat list atau daftar apa saja yang ibu bisa syukuri setiap harinya. Dengan demikian, ibu memberikan asupan positif pada pikiran ibu. Dengan mengisi tangki positif ibu, harapannya ibu juga sudah lebih siap dan tenang dalam menghadapi tingkah polah anak.

  1. Bicarakan dengan anak

Bila sudah terlanjur emosi dan mengeluarkan kata – kata yang tidak baik, bicaralah pada anak ketika keadaan sudah tenang. Jelaskan apa yang terjadi dan ucapkan maaf untuk ucapan kasar ibu. Bila memungkinkan diskusikan apa yang bisa dicegah bersama-sama dan apa yang harus dilakukan jika keadaan sedang tidak kondusif.

  1. Cari pertolongan professional untuk ibu dan anak ibu

Jika dirasa tidak sanggup menghadapi sendiri dan anak sudah menunjukkan gejala depresi dari luka pengasuhan yang sulit disembuhkan, sebaiknya ibu segera mencari bantuan profesional untuk menolong ibu dan anak ibu.

Setiap orang tua dengan segala kekurangannya, pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Namun sebagai manusia, pasti akan ada masanya kita melakukan kesalahan. Apa yang sudah terjadi mungkin tidak bisa kita ubah, tapi kita masih punya kesempatan untuk terus berbenah demi kebahagiaan ibu dan anak ibu. Dukungan orang di sekitar ibu juga berperan penting, jadi jangan sungkan untuk minta bantuan ya Bu. Semangat mengasihi, Ibu!

Referensi: 

Barrett, L. F. (2020, 17 November). People’s words and actions can actually shape your brain — a neuroscientist explains how. Diakses pada 17 November 2024 melalui https://ideas.ted.com/peoples-words-and-actions-can-actually-shape-your-brain-a-neuroscientist-explains-how/

Barrett, L. F. (2021, 29 September). The Power of Words. Diakses pada 17 November 2024 melalui https://mariashriver.com/the-power-of-words/

Hrašková, Z. 2023. The Neuroscience behind The Words: How We Program Our Minds Every Day. Vol. 17 No. 1 (2023): Proceedings of the MEi:CogSci Conference. University Bratislava

Lindsey Horton. (2019, 8 Agustus). The Neuroscience Behind Our Words. Diakses pada 17 November 2023 melalui https://brm.institute/neuroscience-behind-words/

Penulis: Ima Maharani

Ilustrator: Anggita G. Putri

Editor: Elfita Rahma Aulia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *