Banner – HEAL YOUR GUT, HEAL YOUR BODY
Uncategorized

Heal Your Gut, Heal Your Body

Usus adalah organ tubuh yang memegang kunci dalam sistem pencernaan kita. Secara garis besar, usus dibagi menjadi usus halus dan usus besar. Tiap bagian usus halus terbagi lagi menjadi usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). Adapun usus besar terbagi menjadi usus buntu, usus besar, dan rectum. Wah jadi inget pelajaran jaman sekolah dulu ya, Busist!

Proses pencernaan dimulai dari makanan yang masuk ke dalam tubuh, mulanya makanan masuk melalui mulut, kerongkongan, lalu lambung. Proses makanan di lambung melibatkan zat asam dan enzim yang akan mengubah makanan menjadi bentuk pasta atau cairan pekat. Selanjutnya, makanan tersebut akan didorong ke dalam usus halus. Peran penting usus halus di sini adalah menghasilkan enzim yang memecah makanan ke dalam senyawa yang lebih sederhana dan dapat diserap oleh tubuh. Contohnya protein akan dipecah menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, serta lemak menjadi asam lemak dan gliserol.  Makanan juga akan melalui proses penyerapan nutrisi yang bermanfaat untuk tubuh agar masuk ke dalam aliran darah melalui usus penyerapan. Setelah proses selesai, sisa makanan akan didorong menuju usus besar untuk menyerap air dan elektrolit.

Nah, ternyata peran usus tak hanya untuk pencernaan lho! Sekitar 70 – 80% sistem kekebalan tubuh ada di saluran pencernaan termasuk usus. Di dalam usus terdapat berbagai macam bakteri yang bermanfaat dan meningkatkan imunitas tubuh. Usus ternyata juga memiliki peran dalam hal mengontrol zat beracun agar tidak masuk dalam aliran darah serta terbuang bersama kotoran. Oleh karenanya, kita harus waspada dengan kesehatan usus kita ya, Busist. Adanya ketidaknormalan atau ketidakseimbangan kondisi di usus dapat menyebabkan berbagai kompleksitas masalah yang tentu berdampak bagi tubuh. 

Tanda pencernaan tidak sehat dapat dikenali dengan beragam gejalanya. Gejala yang tampak secara fisiologis dapat berupa masalah pada kulit, peradangan, sering merasa lelah atau perubahan mood, hingga kondisi tubuh yang terasa begah atau kembung. Jika Busist merasakan beberapa gejala tersebut, ada baiknya kita kenali jenis masalah kesehatan yang bisa jadi sedang menyerang. Terdapat sebuah sindrom yang dikenal dengan nama kebocoran usus atau leaky gut, yang menjadi salah satu masalah usus dimana kondisi lapisan usus mengalami kerusakan sehingga zat-zat seperti bakteri atau toksin yang tidak seharusnya masuk dalam aliran darah bisa tembus dan terserap dalam tubuh. 

Kondisi ketidakseimbangan mikrobiom juga menjadi salah satu indikator masalah yang mengancam kesehatan usus. Mikrobiom ini mengacu pada berbagai jenis mikroorganisme yang hidup di sistem pencernaan. Setiap manusia memiliki setidaknya 200 jenis spesies bakteri, virus dan jamur dalam saluran pencernaan. Beberapa di antaranya diklasifikasikan sebagai mikroorganisme yang berbahaya dan yang lainnya bermanfaat bagi tubuh. Komponen bakteri baik dan buruk yang seharusnya bisa berperan optimal menjadi bumerang karena jumlahnya yang tidak seimbang. Nah, ketidakseimbangan ini bisa dipicu dari beragam faktor seperti pola makan, tingkat stress, hingga penggunaan antibiotik berlebihan. 

Dengan banyaknya risiko yang mungkin terjadi pada sistem pencernaan kita. Maka melalui artikel ini akan dibahas alternatif solusi secara holistik. Pengobatan alami ini dapat dilakukan guna mengembalikan fungsi pencernaan. Mari berkenalan dengan gut healing. Gut healing dimaknai sebagai serangkaian langkah alami untuk memperbaiki dan memulihkan kesehatan saluran pencernaan. Prosesnya melibatkan perbaikan lapisan usus, keseimbangan mikrobiom, memperbaiki fungsi pencernaan, hingga mengurangi peradangan dalam saluran pencernaan.  Mau tau cara lebih lanjut melakukan gut healing? Yuk, simak sampai artikel berikut sampai akhir!

  1. Kenali Respon Tubuh 

Hal sederhana yang mungkin sering luput dalam rutinitas kita adalah memahami bagaimana sistem dan respon tubuh bekerja. Ketidaknormalan yang berujung masalah dalam sistem pencernaan kerap tidak disadari oleh tubuh. Yuk mulai untuk mengenali gejala yang tampak secara fisiologis. Apakah dalam rutinitas kita sering merasakan gejala ketidaknormalan yang telah disebutkan?

  1. Rutin Reset Usus

Selanjutnya, lakukan langkah reset usus. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan berpuasa dan minum minuman yang kaya nutrisi seperti bone broth atau infused water. Langkah untuk mereset usus ini bisa dilakukan sembari konsisten mengerjakan rutinitas sehat yang dapat mengurangi masalah tubuh dan menyediakan waktu usus untuk beristirahat. 

  1. Lakukan Diet Sehat 

Lakukan diet sehat dengan memperbanyak makanan yang mengandung nutrisi bagi kesehatan usus seperti suplemen probiotik. Berdasarkan hasil riset, suplemen yang terbukti mampu memperbaiki kondisi usus dan mengurangi peradangan adalah L-glutamine, Colostrum, Zinc, dan Zeolite. Selain itu, Vitamin D, DGL, Quercetin, Fish Oil, Immunoglobin, dan Collagen juga dapat membantu memperbaiki kondisi usus.  Kita juga bisa membantu untuk menghilangkan bakteri buruk dengan antimicrobial herbs seperti jahe, kurkuma, bawang putih, kayu manis, ataupun thyme. 

  1. Carilah Dukungan Lingkungan

Manajemen stres menjadi hal yang penting untuk dilakukan serta dapat mempengaruhi kesehatan usus secara efektif. Busist bisa mencari lingkungan yang mendukung upaya ini dengan mengikuti komunitas olahraga atau yoga yang bisa merutinkan kebiasaan baik dalam pengelolaan stres. 

  1. Pertahankan

Bagian yang sulit dalam sebuah proses bukanlah memulai kebiasaan tetapi mempertahankan yang sudah berjalan. Maka, jangan bosan untuk selalu mengulang langkah-langkah di atas ya, Busist.  

Dengan kombinasi strategi ini, semoga bisa merangsang penyembuhan usus dan memperbaiki ketidakseimbangan mikrobiom yang mungkin terjadi di saluran pencernaan. Sehingga kita dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi peradangan, dan mendukung kesehatan tubuh secara menyeluruh. Gut healing nyatanya bukan hanya tentang perkara mengobati gejala, tetapi juga memperbaiki akar masalah untuk mencapai kesehatan optimal jangka panjang. Lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan? Heal your gut, heal your body!

Referensi:

Dix, Megan dan Erika Klein. 2024. Signs of an Unhealthy Gut and What to Do About It. Dalam https://www.healthline.com/health/gut-health#gut-microbiome

Ruscio, Michael. 2024. 8 Simple Steps for Healing Your Gut and Boosting Your Overall Health. Dalam https://drruscio.com/how-to-heal-your-gut-naturally/

Arrieta, M C et al. Alterations in intestinal permeability. Gut vol. 55,10 (2006): 1512-20. doi: 10.1136/gut.2005.085373

Bell, Becky. Is Leaky Gut Syndrome a Real Condition? An Unbiased Look. Healthline Media, 2 Feb. 2017, www.healthline.com/nutrition/is-leaky-gut-real.

Hungin, A P S et al. Systematic review: probiotics in the management of lower gastrointestinal symptoms in clinical practice — an evidence-based international guide. Alimentary pharmacology & therapeutics vol. 38,8 (2013): 864-86.

Penulis: Vianida Hardiningsih
Ilustrator: Anggita G. Putri dan Endah Fajriani Rifai
Editor: Elfita Rahma Aulia

BUBELA
Uncategorized

Launching Ibu Pembelajar dan Bahagia (BUBELA)

Pernah nggak, sih, Ibu dan sister merasa kurang berdaya, burn out, pengen berkembang tapi bingung caranya? Etss.. Tenang, karena Busist tidak sendiri. Sini.. Aku kasih tau sesuatu yang bisa membuat Busist berdaya dan bahagia. 

Dengan segala peran yang disematkan untuk kita sebagai seorang wanita, entah menjadi istri atau ibu, terkadang waktu untuk diri sendiri kurang diutamakan. Peliknya peran domestik seakan mengambil alih semua prioritas atas diri sendiri. Padahal, di lain sisi seorang wanita memegang peranan penting sebagai sekolah pertama dan utama untuk anak-anaknya. 

Berangkat dari dilema yang pasti dialami oleh setiap ibu baik dengan perannya di ranah internal atau eksternal, Ibu Pembelajar dan Bahagia (Bubela) hadir untuk mengembangkan potensi diri agar hidup lebih bermakna. Pada hari Jumat, 31 Mei 2024, Lab Belajar Ibu akhirnya resmi meluncurkan program unggulan Bubela. Program ini diharapkan bisa menjadi wadah pembelajaran dan pemberdayaan untuk Ibu dan sister di manapun berada.

Acara dibuka dengan sambutan perwakilan founder LBI, Ibu Rizka Ayu, yang begitu bersemangat untuk berbagi kebahagiaan dengan lahirnya program unggulan ini. Tak ketinggalan, Ibu Deri Ardia, selaku aktor utama di balik Bubela pun memaparkan cerita di balik program yang diharapkan bisa memberi lebih banyak manfaat. Program peluncuran Bubela dilanjutkan dengan presentasi terkait seluk beluk program secara detail bersama Ibu Tera Harsa selaku wakil ketua divisi Bubela. 

Dengan harapan menjadi wadah Ibu Pembelajar bertumbuh dengan percaya diri dan bahagia, Bubela menyediakan beragam fasilitas dan pendampingan penuh selama program berlangsung. Program Bubela ingin mempertahankan semangat Ibu dan sister untuk terus belajar dengan beragam online learning sebagai pilihan. Pilihan metode online ini selaras dengan survey LBI di tahun 2022 yang menyatakan bahwa sebanyak 47% Ibu dan sister masih ingin tetap tumbuh dengan metode pembelajaran basis online karena tantangan waktu yang terbatas.

Failitas yang ditawarkan dalam program Bubela ini lengkap, lho, Busist. Pembelajaran dilengkapi dengan e-library, video pembelajaran, support group, mentor yang membersamai selama program, dan live session bersama tutor. Di akhir kelas pun terdapat final project dan assessment yang disediakan. Etss.. Tak hanya itu. Setelah kelas selesai, Busist juga masih bisa menikmati sesi mentoring untuk membahas final project atau hal lain yang ingin ditanyakan kepada mentor. Lengkap sekali, kan?

Apa saja beragam jenis kelas yang akan disediakan dalam program ini? Yuk, kita kepoin bersama!

  1. Kelas Menulis

Lab Belajar Ibu sebelumnya telah berhasil menyelenggarakan kelas menulis berbasis pada artikel sains popular. Tahun ini, kelas menulis akan diadakan oleh Bubela dengan konsep yang lebih menarik. Adanya final project dalam kelas ini mendorong para Ibu dan Sister untuk menjadi penulis yanh passionate, percaya diri, dan menyampaikan informasi dengan cara menarik dan mudah dipahami. 

  1. Kelas Persiapan Ibu Sekolah

Kelas persiapan ibu sekolah ini dihadirkan bekerjasama dengan Ibu Back to School (IBTS) Lab Belajar Ibu. Susunan topik kelas diisi dengan beragam materi menarik mulai dari cara menemukan passion dan merencanakan karir, tips dan trick mendapat beasiswa, menghadapi IELTS, menguasai penulisan dan riset akademis, hingga life hack Ibu untuk study-life balance

  1. Kelas Entrepreneurship and Business Management 

Kelas ini berisi tentang bagaimana mempersiapkan diri dalam dunia kewirausahaan, membuat rencana bisnis yang solid, mengelola aspek keuangan bisnis, membangun branding dan jaringan pelanggan, hingga mempresentasikan proposal bisnis dan graduation day. Seru banget, kan!

  1. Kelas Transisi Ibu (Ibu Back to Work

Dalam kelas ini, Busist akan diajak untuk menemukan jati diri yang baru dengan peran sebagai Ibu dan individu. Setelahnya Busist akan dibersamai untuk membentuk kembali jalur karier dengan step by step persiapan sebelum kembali bekerja, upgrade skill dan networking, manajemen waktu saat kembali bekerja dengan berbagai perannya, mengatasi celah karier dalam CV, membangun portofolio, dan memulai karier. Komplit gak tuh!

Dengan beragam kelas tersebut, Bubela ingin menegaskan bahwa Lab Belajar Ibu sangat mendukung beragam pilihan Busist. Tidak hanya dari sisi pengembangan diri dari keilmuan tetapi juga dari sisi aktualisasi diri.

Jadi, yuk kita bersiap mengamankan slot untuk kelas impian. Ssst bocoran… Kelas ini akan dilakukan dengan mekanisme kuota. Jadi jangan ketinggalan informasi untuk timeline pendaftarannya, ya! Pantengin terus melalui Instagram Lab Belajar Ibu atau Ibu Pembelajar dan Bahagia. 

Siap untuk bertransformasi jadi Ibu Pembelajar dan Bahagia, Busist?

Bubela

Semua ibu dapat belajar dengan bahagia dan bahagia karena dapat belajar.

Penulis: Vianida Hardiningsih
Ilustrator: Anggita G. Putri
Editor: Elfita Rahma Aulia

Banner
Uncategorized

Apakah Tes Minat Bakat Dibutuhkan dan Tepat Dilakukan pada Anak Usia Dini? 

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 sampai 6 tahun. Pada rentang usia tersebut, anak berada pada masa keemasan (golden age) karena terjadi perkembangan yang sangat menakjubkan dan terbaik sepanjang hidup manusia. Belakangan ini, perbincangan mengenai tes minat bakat menjadi populer di kalangan orang tua yang memiliki anak usia dini.

Munculnya berbagai alat atau metode baru yang dianggap lebih canggih dan praktis untuk mengidentifikasi minat dan bakat anak telah membuat banyak orang tua yang penasaran dan berbondong-bondong untuk melakukan tes minat bakat pada anak sejak dini. Padahal orang tua perlu mengetahui apakah alat atau metode tersebut sudah terjamin aman untuk digunakan, terlebih apabila alat dan metode baru tersebut belum teruji secara ilmiah. Namun, yang tak kalah pentingnya bagi orang tua adalah mempertimbangkan kembali, apakah tes minat bakat benar-benar dibutuhkan dan tepat dilakukan untuk anak usia dini?

Pada dasarnya, minat adalah kombinasi dari keinginan dan kemauan yang akan mendorong seseorang dalam melakukan suatu hal. Sedangkan bakat adalah kepandaian, sifat dan pembawaan yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu, tes minat bakat dapat diartikan sebagai serangkaian pengukuran psikologis yang digunakan untuk menganalisis keinginan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Tes minat bakat biasanya seringkali digunakan di lingkungan pekerjaan dan juga pendidikan.

Orissa Anggita Rinjani, seorang Psikolog Pendidikan di Rumah Dandelion pernah menyatakan bahwa dengan mengidentifikasi minat bakat, seseorang akan dapat menemukan jurusan atau bidang karir yang cocok. Kecocokan antara minat bakat dengan karir tentu dapat memudahkan seseorang dalam pencapaian prestasi, stabilitas dan kepuasan karirnya.

Pernyataan ini sesuai dengan teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Donald Edwin Super, pemilihan karir adalah persoalan mencocokkan antara konsep diri dengan karir yang dijalani. Tugas pemilihan karir ini jika berdasarkan konsep Life Career Rainbow-nya, baru dimulai pada anak usia 14 tahun yaitu di tahap exploration, artinya anak mulai menyadari bahwa pekerjaan adalah bagian dari kehidupan. 

Gambar 1. Life Career Rainbow (Sumber : www.toolshero.com/psychology/life-career-rainbow/)

Mereka mulai mempertimbangkan berbagai macam pilihan karir, tetapi belum membuat keputusan. Sementara anak usia dibawah 14 tahun berada pada tahap awal yaitu growth, di tahap ini aspek yang dominan adalah rasa keingintahuan. Mereka menentukan pilihan seringkali tidak realistis dan dikaitkan dengan permainannya.

Hal inilah yang mendasari kenapa tes minat bakat secara normatif tepat dilakukan pada anak usia 14 tahun ke atas. Konsep diri termasuk di dalamnya minat bakat anak dianggap cenderung stabil dan jelas di usia ini. Sedangkan anak usia dini, minat dan bakatnya masih cenderung banyak berubah dan tidak realistis, sehingga struktur ketertarikan dan bakatnya belum dapat diidentifikasi dengan tepat. Lalu, apa yang akan terjadi jika tes minat bakat tetap dipaksakan untuk anak usia dini?

Arfilla Ahad Dori, seorang Psikolog Pendidikan sekaligus Founder Parentific pernah menyatakan bahwa tes minat bakat untuk anak usia dini justru dapat berbahaya karena dapat memberi label yang belum tentu benar pada anak. Pada banyak kasus, tidak sedikit orang tua yang justru menjadi lebih membatasi kesempatan eksplorasi anak dan mengarahkan anak untuk fokus di satu bidang saja. Padahal, di fase ini justru yang mereka butuhkan adalah bereksplorasi di banyak bidang kegiatan.

Oleh karena itu, alih-alih melakukan tes minat bakat yang ternyata dapat berbahaya untuk anak usia dini. Ada hal yang lebih penting dilakukan oleh orang tua sebagai upaya dalam membantu anak mengembangkan minat dan bakatnya di usia dini secara mandiri, yaitu:

  1. Memberikan anak pengalaman yang bervariasi 

Anak usia dini perlu diperkenalkan pada banyak hal untuk menciptakan pengalaman yang bervariasi. Fokusnya memang lebih pada keluasan dan kekayaan pengalaman dibanding kedalaman dan kekhususan suatu kegiatan. Hal ini dapat memudahkan anak dalam mengenali potensi minat dan bakatnya. 

2. Amati anak saat bermain dan bercerita

Anak akan cenderung melakukan dan menceritakan hal-hal yang mereka sukai. Apa yang mereka lakukan dan bicarakan adalah minat atau ketertarikan anak yang perlu dikembangkan.

3. Perkenalkan dengan banyak profesi

Mengingat tes minat bakat erat kaitannya dengan pilihan karir, orang tua bisa membantu anak mengembangkan minatnya dengan mengenalkan pada beragam profesi. Bukan hanya yang populer di kalangan anak-anak seperti dokter, pemadam kebakaran, atau pilot, tetapi juga profesi lainnya seperti apoteker, animator, sutradara, atau penulis buku cerita anak. Eksplorasi yang dilakukan dapat melalui kegiatan membaca buku, menonton video, atau pengalaman langsung.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa tes minat bakat sebenarnya tidak tepat dan tidak dibutuhkan untuk anak usia dini. Pada fase tersebut, anak berada dalam keadaan selalu tumbuh dan berubah. Justru yang paling mereka butuhkan di fase ini adalah ruang untuk terpapar lebih banyak kegiatan dan pengalaman yang bervariasi.

Disinilah peran penting orang tua dalam membantu anak mengeksplorasi minat dan bakat anak secara mandiri. Memang tidak mudah, karena butuh kesabaran untuk membersamainya. Namun, di setiap momen eksplorasinya, di setiap tawa mereka saat menguasai keterampilan barunya, dan rasa bangga atas pencapaian mereka, menjadi kenangan indah yang akan mempererat hubungan antara orang tua dan anak. Ingatlah, masa kecil mereka singkat. Manfaatkan momen berharga ini untuk membangun bonding yang kuat dan tak terlupakan.

Referensi :

Dori, Arfilla Ahad. (2024). Hati-Hati Jika Menemukan dan Mengikuti Tes Intelegensi dan Tes Minat Bakat Seperti Ini. https://www.instagram.com/p/C8CXMiPSTPv/?img_index=1 diakses pada tanggal 26 Juni 2024

Gunawan, Syafwan Arya. dkk (2023). Implementation of Career Guidance Services for Junior High School Students using Donald E.Super Theory. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Vol 03 No 04, hal 1310-1315 

Mayasari, Novia, dkk. (2021). Deteksi Bakat dan Kecerdasan Anak Berdasarkan Kecerdasannya. Banyumas: Rizquna

Prihatiningsih, Okta. (2013). Teori Perkembangan Karir Anak (Teori Super). https://www.academia.edu/30530854/Teori_Perkembangan_Karir_Anak_Teori_Super?rhid=29090152638&swp=rr-rw-wc-86975665 diakses pada tanggal 3 Juli 2024

Penulis: Yuli Rahmi Mochtar
Ilustrator: Anggita G. Putri
Editor: Elfita Rahma Aulia

pangan 1
Uncategorized

Dua Sisi Sistem Pangan Indonesia:  Penyebab, atau Pencegah Krisis Iklim?

Sistem pangan merupakan kombinasi dari semua proses yang diperlukan untuk memproduksi dan mengkonsumsi makanan sehari-hari. Proses ini dapat memengaruhi nutrisi, pola makan, kesehatan, dan lingkungan. Layaknya dua sisi mata uang koin, sistem pangan dapat menjadi penyebab sekaligus pencegah krisis iklim.

Penyebab Krisis Iklim secara Global

Perubahan iklim, atau yang saat ini lebih dipertegas dengan istilah krisis iklim, merupakan suatu kondisi global yang mengacu pada perubahan ekstrem dalam jangka panjang terkait suhu dan pola cuaca. Eskalasi gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan peningkatan panas matahari yang terperangkap di bumi. Kenaikan suhu permukaan bumi menimbulkan perubahan cuaca di berbagai wilayah dunia.

 Penyebab utama krisis iklim adalah ketidakseimbangan siklus karbon dunia yang berimbas pada siklus hidrologi dan siklus batuan. Siklus karbon menunjukkan pembentukan dan pertukaran karbon pada setiap lapisan bumi. Ketidakseimbangan siklus karbon ditandai dengan; 1) terlalu banyak karbon yang terperangkap di setiap lapisan bumi, dan 2) ketidakmampuan reservoir karbon dalam menyerap karbon. Reservoir karbon merujuk pada istilah penyerap dan penyimpan karbon seperti; hutan, lahan basah, laut dan hewan-hewan. 

Sistem Pangan sebagai Penyebab Krisis Iklim

Jumlah karbon yang terus menerus meningkat di permukaan bumi salah satunya disebabkan oleh sistem pangan kita. Berikut ini bentuk-bentuk dari sistem pangan yang menyebabkan krisis iklim;

  1. Budaya ‘Makan Nasi’

Istilah “belum kenyang kalau belum makan nasi” tampaknya sangat melekat dengan budaya makan orang Indonesia. Nasi saat ini memang menjadi makanan pokok kita. Namun, budaya makan nasi ini ternyata dapat menjadi penyebab sekaligus sektor yang paling terdampak krisis iklim. 

Nasi diperoleh dari beras yang merupakan biji-bijian sumber karbohidrat dari tanaman padi. Masa penanaman dan panen padi sangat bergantung pada kondisi cuaca dan lingkungan. Perubahan iklim ekstrim yang diperparah dengan El-Nino menyebabkan terjadinya gagal panen. Dampak selanjutnya adalah inflasi pangan dan kenaikan harga beras. Kenaikan harga beras tentunya membuat masyarakat menjerit. Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk menurunkan harga beras, seperti food estate dan impor beras. 

Proyek food estate di Indonesia sejatinya telah lama dilakukan. Proyek ini pertama kali dilakukan oleh Presiden RI Soeharto, yaitu Revolusi Hijau. Proyek ini berhasil mengantarkan ketahanan pangan bagi Indonesia, namun bukan sebagai upaya kemandirian pangan. Selain itu, proyek Revolusi Hijau menjadi penyumbang karbon dalam jumlah besar dari tahun 1997. Hal ini disebabkan adanya pembukaan lahan yang menyebabkan lepasnya emisi karbon dari hutan dan tanah gambut di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hingga saat ini, proyek food estate belum mencapai keberhasilan.

Tahun 2023, Indonesia mengimpor beras hingga 3 juta ton sehingga bahan pangan tercukupi. Namun, impor beras juga bukan solusi. Mendatangkan beras dari luar tentunya menghasilkan emisi karbon berlebih yang berasal dari proses pengiriman menggunakan kendaraan besar dengan bahan bakar fosil. 

  1. ‘FOMO’ terhadap Makanan Viral

Masyarakat Indonesia umumnya sangat kental dengan istilah fomo (fear of missing out), yakni takut ketinggalan tren. Akhirnya harus mencoba hal yang baru, termasuk makanan viral hasil rekomendasi influencer. FOMO terhadap makanan viral tidak hanya merusak sistem pangan, namun juga berimbas pada lingkungan, kesehatan, hingga perekonomian Indonesia. 

Salah satu fenomena fomo paling viral yaitu ikut-ikutan mengkonsumsi ikan shisamo dan salmon. Diketahui kedua jenis ikan tersebut kaya nutrisi yang bagus untuk pertumbuhan. Namun, ikan-ikan tersebut hanya hidup di negara tertentu. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan pasar sehingga muncul emisi karbon yang berlebihan, baik dari proses pengiriman maupun siklus hidup ikan tersebut.

Kasus lainnya, yaitu fomo terhadap makanan ringan impor. Makanan ringan impor selalu ditampilkan dengan inovasi rasa dan tekstur yang dianggap lebih berkualitas dibanding makanan lokal. Buruknya, Indonesia sendiri masih impor dalam hal makanan pokok, lantas ditambah dengan impor makanan ringan.

  1. Fenomena makan dalam Jumlah Besar

Fenomena makan dalam jumlah besar atau dikenal dengan istilah Mukbang tampaknya sudah menjamur di Indonesia. Ada yang dilakukan dengan alasan pekerjaan (content creator) atau hanya ikut-ikutan (red. FOMO).

Fenomena ini juga menyebabkan krisis iklim yang terjadi akibat pengambilan sumber bahan makanan dari alam secara berlebih. Hal ini menyebabkan berkurangnya reservoir karbon, seperti tumbuhan dan hewan. Selain itu, konsumsi berlebih juga menyebabkan peningkatan volume sampah. Pada sampah makanan yang menumpuk akan terjadi proses pembusukan. Dari proses pembusukan dapat menghasilkan emisi karbon. Semakin banyak sampah makanan yang dihasilkan, maka emisi karbon juga semakin banyak terbentuk.  

Sistem Pangan sebagai Pencegah Krisis Iklim

Ternyata dari sistem pangan ‘biasa dan dianggap biasa’ oleh orang Indonesia telah menyebabkan krisis iklim global. Namun, sistem pangan juga dapat menjadi pencegah krisis iklim. Bahkan, Ibu dan Perempuan dapat menjadi pahlawan iklim dengan melakukan 5 langkah mudah berikut ini;

  1. Melatih dan membiasakan untuk diversifikasi karbohidrat lokal
  2. Memilih bahan makanan lokal
  3. Mengurangi makanan instan dan berkemasan
  4. Mengurangi sampah sisa makanan
  5. Menjaga lingkungan  

Dengan memilih pangan lokal, kita tidak hanya mengurangi emisi karbon di dunia, tetapi juga melestarikan pasar tradisional, menyejahterakan para penggerak pasar lokal, dan ikut menumbuhkan perekonomian negara. Hal terpenting lainnya adalah menjaga kelestarian lingkungan. Adanya aksi mengelola sampah, mengkompos sisa bahan makanan, dan berkebun juga merupakan langkah kecil sebagai pahlawan iklim dari rumah. 

Referensi

Arumingtyas, L., 2023, Food Estate Bukan Jawaban Atasi Persoalan Pangan di Indonesia. Diakses pada 07/05/2024, melalui: https://www.mongabay.co.id/2023/03/15/food-estate-bukan-jawaban-atasi-persoalan-pangan-di-indonesia/ 

Badan Pusat Statistik, 2024, Impor Beras Menurut Negara Asal Utama 2017-2024. Diakses pada 07/05/2024, melalui: https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/MTA0MyMx/impor-beras-menurut-negara-asal-utama–2017-2023.html 

Climate Impacts on Agriculture and Food Supply | Climate Change Impacts | US EPA. (n.d). Climate Change. Retrieved Nov. 4, 2022, from https://climatechange.chicago.gov/climate-impacts/climate-impacts-agriculture-and-food-supply 

Dey, S.P., and Sepay, N., 2021, A Textbook of Green Chemistry, 1st edition, Techno World, Kolkata. 

Fatma, N., Metusalach, Taslim, N.A., and Nurilmala, M., 2020, The protein and albumin contents in some species of marine and brackishwater fish of South Sulawesi, Indonesia, AACL Bioflux, 13(4), 1976-1986. 

Lee, D., and Wan, C., 2023, The Impact of Mukbang Live Streaming Commerce on Consumers Overconsumption Behavior, Journal of Interactive Marketing, 58, (2-3), 198-221. 

Manahan, S.E., 2006, Green Chemistry and the Ten Commandments of Sustainability, 2nd edition, ChemChar Research, Inc., USA.  

McManus, M., 2022, The ‘carbon footprint’ was co-opted by fossil fuel companies to shift climate blame – here’s it can serve us again. Diakses pada 08/05/2024, melalui: https://theconversation.com/the-carbon-footprint-was-co-opted-by-fossil-fuel-companies-to-shift-climate-blame-heres-how-it-can-serve-us-again-183566 .

MeiditaKS, 2023, Mengenal Jenis dan Sumber Karbohidrat pada Pangan Lokal. Diakses pada 28/04/2024, melalui: https://warstek.com/mengenal-jenis-dan-sumber-karbohidrat-pada-pangan-lokal/

MeiditaKS, 2024, Peranan Laut dalam Siklus Karbon Dunia: Pompa Biologi, Pompa Karbonat dan Pompa Kelarutan. Diakses pada 07/05/2024, melalui: https://warstek.com/laut-dalam-siklus-karbon/

Priatni, S., Ratnaningrum, D., Kosasih, W., Sriendah, E., Sri Kandace, Y., Rosmalina, T., and Pudjiraharti, S., 2018, Protein and fatty acid profile of marine fishes from Java Sea, Indonesia, BIODIVERSITAS, 19(5), 1737-1742. 

Purnamasari, R.A., 2024, Hikayat beras nusantara dan mengapa Indonesia amat tergantung dengan nasi. Diakses pada 07/05/2024, melalui: https://theconversation.com/hikayat-beras-nusantara-dan-mengapa-indonesia-amat-tergantung-dengan-nasi-226035 .

Suryandari, R., 2022, Kenapa Krisis Iklim dapat Menyebabkan Inflasi Pangan?. Diakses melalui: https://pslh.ugm.ac.id/kenapa-krisis-iklim-dapat-menyebabkan-inflasi-pangan/#:~:text=Perubahan%20iklim%20atau%20yang%20saat,perubahan%20ini%20terjadi%20lebih%20cepat.

Penulis: Meidita Kemala Sari dan Riska Ayu Purnamasari
Ilustrator: Meidita Kemala Sari
Editor: Ilma Fistannisa Zette

banner generasi digital (1)
Uncategorized

Generasi Digital : Mengenal Pancaran Pesona Generasi Z

Pernahkah Busist mendengar istilah generasi Baby Boomers, generasi X, Y, Z, atau Alpha? Yap, istilah itu adalah penggolongan generasi yang santer jadi perbincangan banyak kalangan. Dikutip dari Beresfod Research dalam Kompas.com, penggolongan generasi tersebut didasarkan pada rentang waktu tahun kelahiran. Dimulai dari istilah generasi Baby Boomers, terdiri dari mereka yang lahir pada rentang tahun 1946-1964, hingga generasi Alpha yang lahir pada rentang tahun 2010-an ke atas. Jika menilik lebih dalam, setiap generasi pun ternyata memiliki karakteristik masing-masing. Tak jarang, sifat individu pun sering dilekatkan dengan kategori generasinya. Contohnya nih, pernah gak Busist mendengar  celetukan seperti ini:

‘Wajarlah gaptek, beliau kan generasi Baby Boomer.’

‘Emang punya bawahan milenial itu susah, maunya sukses instan.’

Ayo ngaku, termasuk karakter yang mana, Busist?? Memang kategori generasi dapat menjadi acuan karakter dan sifat berdasarkan umur, tetapi perlu diperhatikan juga bahwa hal tersebut bersifat umum dan sangat mungkin berbeda pada tiap individu. Pada intinya, setiap generasi memiliki pengalaman, nilai, dan keunikan yang membentuk pandangan dan perilaku mereka terhadap dunia. Perbedaan ini penting untuk dipahami dalam konteks sosial, budaya, dan ekonomi.

Nah, dari beberapa golongan generasi tersebut, ternyata generasi Z (gen Z) menjadi generasi paling eksis karena tumbuh dalam gempuran pesatnya perkembangan teknologi. Dengan perubahan drastis di segala hal, gen Z menghadapi berbagai tantangan mencakup preferensi konsumsi, transformasi nilai, teknologi, dan interaksi sosial.  Tak heran jika karakter yang terbentuk pun cenderung berbeda dari generasi pendahulu dan menjadi pionir perubahan generasi setelahnya. Mau tau lebih banyak tentang generasi ini? Yuk, simak artikel ini sampai habis! 

Sorotan Positif dan Negatif Gen Z

Taukah, Busist? Menurut data Badan Pusat Statistik di tahun 2020, hasil sensus penduduk Indonesia menunjukkan bahwa negara kita tengah mengalami bonus demografi dengan komposisi penduduk dengan rentang kelahiran 1997-2010 atau dikenal dengan gen Z mencapai 27,94%. Angka ini menjadi proporsi penduduk tertinggi disusul dengan gen Y atau milenial. Tumbuh dengan berbagai kemudahan teknologi, gen Z menjadi generasi yang dinilai punya segudang potensi dan bisa memberi pengaruh. Saat ini, kemajuan teknologi yang telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang pun menjadikan gen Z terdepan dalam menguasai perkembangan zaman. 

Dilansir dari BBC, gen Z telah mendominasi pasar belanja daring dengan angka terbesar dalam pemanfaatan platform berteknologi tersebut. Tercatat, generasi ini pun juga menjadi kelompok usia yang paling banyak berburu diskon atau promo dalam setiap kesempatannya. Adapun menurut The New York Times, di bidang pendidikan nyatanya generasi ini telah memanfaatkan teknologi dalam platform pembelajaran online yang bisa diakses di luar lingkungan sekolah. Dalam interaksi sosial pun sering kita temui eksistensi gen Z merambah ke dunia digital melalui media sosial yang kerap dijadikan media ekspresi atau branding diri.

Namun, selain dampak positif yang dapat kita temui dengan kemajuan teknologi bagi gen Z, ada pula dampak negatif yang harus diwaspadai. Time Magazine dalam laporannya merilis bahwa kemajuan teknologi yang pesat dan adanya jaringan tanpa batas seperti internet dapat mengakibatkan masalah dalam kesehatan mental. Hal ini merupakan fakta yang harus kita waspadai mengingat gen Z sebagai generasi yang tumbuh di dalamnya pun juga lekat dengan isu kesehatan mental. Dengan keterbukaan akses informasi yang minim filter, gen Z berpotensi terkena kasus perundungan atau bullying, tekanan sosial, hingga efek kecanduan.  Hal ini menjadi polemik yang perlu mendapat perlakuan khusus agar citranya yang dikenal sebagai generasi strawberry, kelihatan indah tapi rapuh, menjadi tak terbukti. 

Tantangan dan Pembelajaran dari Gen Z

Lebih lanjut, para ahli menyatakan bahwa gen Z adalah generasi yang sifatnya sangat mencolok dan berbeda dari generasi pendahulunya. Tak jarang jika generasi ini pun disebut sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Dikutip dari Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya yang berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” menyatakan bahwa gen Z adalah generasi yang memiliki harapan, preferensi, dan prespektif kerja yang menantang bagi siapapun yang berhadapan dengannya.

Tantangan utama yang harus kita hadapi dari generasi ini adalah sikapnya yang mudah menerima keragaman dan perbedaan pandangan. Loh, bukannya baik? Iya, di satu sisi hal ini memang menjadi kemudahan dalam berinteraksi tetapi di sisi lain akan menimbulkan kesulitan untuk mereka dalam mendefinisikan identitas diri. Hal ini pun akan berdampak pada tekanan dari dalam diri dan ketidakpercayaan diri menghadapi masa depan yang tentu akan berdampak pada orang di sekitar. 

Meski penuh dengan berbagai tantangan, kita dapat belajar dari generasi Z mengenai sikap adaptif, kreativitas teknologi, dan kesadaran terhadap isu-isu global. Implementasi nilai-nilai ini dapat membawa manfaat besar bagi kita dalam menghadapi perubahan zaman. Gimana keren kan gen Z?

Tips Menghadapi Gen Z

Dalam menghadapi setiap generasi tentu ada pendekatan khusus yang bisa diupayakan. Nah, berikut beberapa cara yang bisa dilakukan saat menghadapi gen Z. Mau tau? Yuk, disimak! 

  1. Mendengarkan dengan Empati

Cara terbaik untuk menjadi teman dan saudara yang baik bagi mereka adalah dengan memberikan ruang bagi gen Z untuk berbagi pandangan dan pengalaman mereka tanpa hambatan. Sifat dasar gen Z adalah menghargai perbedaan, maka jadilah seseorang yang turut mengapresiasi adanya keberagaman atas pengalaman yang diceritakan. 

  1. Membangun Komunikasi Terbuka

Ajak diskusi tentang isu-isu yang terkini atau penting, seperti keberlanjutan lingkungan dan kesehatan mental. Kondisi terkini menjadi hal yang dinantikan gen Z karena mereka sangat menyukai isu terbaru. Karakter FOMO (Fear of Missing Out) menjadi label bagi Gen Z yang menimbulkan kecenderungan untuk mengetahui isu-isu penting dan terupdate atas berbagai hal. 

  1. Mencoba Adaptif dan Responsif

Dengan kemajuan dan kecanggihan yang mereka kuasai, kita sebagai partner atau teamwork pun harus mampu adaptif dalam mengimbangi kemampuan mereka. Maka, belajar tanpa henti adalah salah satu kunci untuk bisa berbaur dengan gen Z. Sambut pembaharuan dengan semangat perubahan, karena kesempatan untuk tumbuh itu selalu ada bagi kita yang mau belajar.  

Dengan memahami dan menghargai perbedaan antar generasi, kita dapat menciptakan lingkungan keluarga yang inklusif dan harmonis. Gen Z, dengan segala tantangannya, membawa pembelajaran berharga bagi kita semua dalam menghadapi perubahan zaman dan membangun hubungan yang kuat di dalam keluarga. Dengan bersama-sama merangkul dinamika generasi, semoga kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kebahagiaan bagi semua orang tanpa terkecuali.

Referensi:

Tim Redaksi Kompas.com 2021. Mengenal Apa itu Generasi Baby Boomer, X, Y, Z, Milennial dan Alpha. Diakses dalam Mengenal Apa Itu Generasi Baby Boomers, X, Y, Z, Millenials, dan Alpha

Tim Redaksi Kumparan.com. 2023. Gaya Hidup Digital Gen Z: Transformasi dalam Kehidupan Sehari-Hari. Diakses dalam Gaya Hidup Digital Gen Z: Transformasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Rakhmah, Diyan Nur. 2021. Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita? Diakses dalam Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita?. Kemendikbud.go.id

Penulis: Vianida Hardiningsih
Ilustrator: Anggita G. Putri
Editor: Elfita Rahma Aulia