Category: Kesehatan

sehat-dengan-jalan-kaki
Kesehatan

Sehat Hakiki dengan Jalan Kaki

Ingin sehat dengan mudah dan murah meriah? Jalan kaki saja! 

Sebuah studi menunjukkan bahwa orang-orang akan lebih sehat jika tinggal di kawasan yang di dalamnya memiliki komunitas aktif dalam beraktivitas dan juga berolahraga. Mereka yang tinggal di daerah yang mudah diakses dengan berjalan kaki, ternyata punya indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tinggal di daerah yang sulit diakses dengan berjalan kaki. Bahkan nih, tingkat kejahatan pun dinilai cenderung rendah di daerah yang punya walkability yang tinggi. 

Bagi ibu hamil, jalan kaki secara teratur pun dapat meningkatkan kualitas tidur karena memunculkan hormon endorphin yang membuat bahagia. Bahkan, jalan kaki jam 9 pagi akan memicu hormon serotonin yang membuat suasana hati menjadi lebih positif dan berpikir menjadi lebih tenang. Tidak hanya itu, penelitian oleh Rury dan Nurlela pada tahun 2020 menujukkan bahwa terapi dengan berjalan kaki selama 10 menit dapat digunakan sebagai salah satu alternatif asuhan untuk ibu hamil dengan hipertensi.

Bagi lansia latihan fisik seperti berjalan kaki bermanfaat untuk menghambat penurunan kemampuan antisipasi reaksi yang biasa terjadi seiring bertambahnya usia. Untuk yang memiliki riwayat diabetes melitus berjalan kaki selama 30 menit bermanfaat untuk mengontrol kadar gula dalam darah.

Wah, ternyata banyak sekali ya kebaikan dari berjalan kaki!

Serunya Bergabung dengan Komunitas Pejalan Kaki

Jadi, pernahkah Ibu dan Sisters melihat sekelompok orang mengunjungi berbagai tempat di sebuah kota dengan cara berjalan kaki? Kelihatannya seru sekali, ya! 

Di akhir pekan yang erat dengan aktivitas melepas penat, kita diajak untuk mengenali kota yang selama ini ditinggali dengan cara yang asyik dan tentu saja menyehatkan.

Berjalan kaki saat ini tidak lagi identik dengan kesendirian dan kesepian. Banyak komunitas yang menginisiasi gerakan ini dengan menggabungkannya bersama dengan jelajah kota beriringan perjalanan wisata sejarah atau wisata kuliner. Misalnya Maniac Street Walkers Surabaya, Jelajah Bandung, Cerita Bandung, Komunitas Pejalan Kaki Semarang, dan Jakarta on Foot.

Menurut Rapoport dalam bukunya yang berjudul Human Aspect of Urban Form, kecepatan rendah dari berjalan kaki membuat kita dapat mengamati objek secara detail serta lebih mudah menyadari lingkungan sekitar. Berjalan kaki juga bisa disebut sebagai sarana transportasi karena menghubungkan antar fungsi dari setiap kawasan, misalnya kawasan perdagangan, budaya, dan permukiman, sehingga dengan berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi.

Oleh karena itu, tidak heran jika jumlah peserta dalam komunitas jalan kaki selalu bertambah seiring berjalannya waktu. Selain menjadi tempat bersilaturahmi, berjalan kaki secara bersama-sama juga membuat kita lebih membumi. Kita menjadi lebih sadar terhadap segala sesuatu yang mungkin selama ini terlewatkan karena terlalu sering menggunakan kendaraan. 

Tipe Pejalan Kaki 

Tahukah Ibu dan Sisters bahwa keputusan berjalan kaki ternyata dipengaruhi oleh faktor psikologis, sosial, dan fisik?

Menurut Zimring dalam penelitiannya di tahun 2007, pemilihan rute atau tujuan perjalanan dipengaruhi oleh karakteristik jalur dan tempat tujuan. Jadi ada dua kategori intensi dalam aktivitas berjalan kaki, yakni berjalan rekreatif (recreational walking) dan berjalan sebagai perantara (instrumental walking). Tujuan dari recreational walking adalah untuk kesenangan, berkebun, olahraga, peningkatan kesehatan, dan aktivitas fungsional lainnya. Jenis berjalan seperti ini dapat dilakukan secara individu maupun terorganisir seperti klub jalan sehat.

Sedangkan instrumental walking adalah aktivitas berjalan yang dilakukan bukan karena rekreasi ataupun aktivitas fisik tertentu, melainkan hasil aktivitas utama atau rutinitas lain. Seperti berjalan ke tempat kerja dan tujuan lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam aktivitas fisik meliputi karakteristik level individu (sosio demografi, budaya, karakteristik perilaku, dan gaya hidup tertentu) sampai dengan karakteristik level sosial (norma sosial, kebijakan publik, dan tekanan pasar).

Jadi apapun tujuannya, berjalan kaki tidak pernah memunculkan efek negatif kok, asalkan dilakukan secara tepat, aman, dan tentu saja dengan hati yang gembira. 

Yuk, kita jalan kaki bareng! 

***

Referensi: 

Craig, Z. (2007). Where Active Older Adults Walk. Environment and Behavior. 39(1). 

Doyle, S., Kelly-Schwartz, A., Schlossberg, M., & Stockard, A. (2006). Active Community Environments and Health: The Relationship of Walkable and Safe Communities to Individual Health. Journal of the American Planning Association72(1), 19-31. doi: 10.1080/01944360608976721

Isrofah, I., Nurhayati, N., & Angkasa, P. (2017). Efektifitas Jalan Kaki 30 Menit Terhadap Nilai Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Karangsari Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Journal of Holistic Nursing Science4(1), 16-24.

Lungit, W., and Imam, S. (2020) Pengaruh Olahraga Jalan Kaki Terhadap Antisipasi Reaksi Pada Lansia. Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan. 5 (1). 1-7. ISSN 2549-6360

Martiningrum, I. (2011). Berjalan Kaki Sebagai Lifestyle Masyarakat Kota. Psikologi dan Arsitektur, 186-192. 

Rappoport, A. 1977. Human Aspect of Urban Form. Oxford: Pergamon Press

Ruri, R. Y. A., & Nurlaela, A. R. (2020). Pengaruh Terapi Jalan Kaki 10 Menit terhadap Tekanan Darah pada Primigravida. Jurnal Abdidas1(2), 64-69. https://doi.org/10.31004/abdidas.v1i2.15

Wulandari, A., Retnaningtyas, E., & Wardani, E. K. (2018). Efektivitas Olahraga Ringan Jalan Kaki Terhadap Kualitas Tidur Ibu hamil Trimester 3 di Desa Silir Kecamatan Wates Kabupaten Kediri. Journal for Quality in Women’s Health1(1), 27-32.

Penulis: Hanifa Paramitha Siswanti

Designer: Rifki Aviani

Editor : Sucia Ramadhani

Yoga LBI
Kesehatan

Yoga Sebagai Metode Pengendali Stres pada Ibu Rumah Tangga

Banyak orang yang beranggapan menjadi ibu rumah tangga adalah hal yang mudah karena pekerjaan yang dilakukannya dinilai sebagai kemampuan alami wanita yang tidak memerlukan keahlian khusus. Padahal, mengelola rumah tangga sama sekali tidak mudah. Ibu rumah tangga seringkali harus melakukan aktivitas terus menerus yang menguras fisik dan mental. Jika tidak dikelola dengan baik, pekerjaan ibu rumah tangga dapat menjadi tekanan yang menimbulkan stres.

Stres pada ibu rumah tangga dapat memengaruhi kesehatan ibu, kondisi keluarga, dan pola asuh pada anak. Oleh karena itu, penting bagi para ibu untuk melakukan aktivitas yang dapat mengurangi stres. Salah satunya dengan melakukan yoga.

Yoga merupakan latihan yang menggabungkan tiga faktor penting, yaitu fisik, pikiran, dan napas. Latihan yoga terdiri dari asana (latihan fisik), pranayama (latihan pernapasan), meditasi dan savasana (relaksasi). Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 64 wanita di Yogyakarta menunjukan bahwa wanita yang melakukan yoga memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak melakukan yoga. Ines (31), seorang instruktur yoga dari Bandung yang telah berkecimpung di dunia yoga sejak 6 tahun lalu, bercerita tentang anggotanya yang berhasil mengelola diri setelah melakukan yoga,

“… Ada juga yang susah tidur karena stres yang berlebih dan pekerjaan yang gak habis-habis harus dikerjakan, tapi setelah yoga mereka jadi lebih bisa mengontrol mana yang harus diprioritaskan sekarang dan bisa dilakukan nanti …”

Ines memaparkan bahwa kelas yoga selalu diawali dengan menyelaraskan napas. Teknik pengaturan napas dalam yoga dapat menaikkan kadar oksigen ke kepala, membuat pikiran menjadi lebih tenang, serta meningkatkan fokus sehingga kita tidak akan mudah stres. Saat stres, pernapasan cenderung menjadi pendek dan cepat, yang lama kelamaan dapat menyebabkan pola pernapasan yang tidak efektif. Teknik pernapasan pada yoga yang lambat dan mendalam dapat mengaktifkan saraf parasimpatik (saraf yang mengontrol berbagai aktivitas tubuh saat istirahat) pada tubuh yang menghasilkan efek rileks.

Selain teknik pernapasan, asana atau latihan fisik pada yoga juga dapat membantu mengurangi tingkat stres. Pose dalam yoga dapat mengurangi ketegangan otot dan menurunkan kadar kortisol yang merupakan hormon utama penyebab stres. Setelah melakukan asana, latihan yoga biasanya diakhiri oleh savasana. Savasana dilakukan dengan kondisi berbaring yang biasanya diiringi oleh musik yang menenangkan dan afirmasi positif dari instruktur. Savasana dapat melepas energi negatif tubuh, sehingga tubuh menjadi lebih rileks.

Yoga juga dapat menumbuhkan pikiran-pikiran positif pada pelakunya. Ines menjelaskan bahwa asana pada yoga didesain dengan beragam tingkat kesulitan. Saat melakukan asana, setiap individu perlu memerhatikan anatomi tubuh dan kemampuan masing-masing, sehingga setiap individu dilatih untuk menerima kondisi tubuhnya tanpa perlu membandingkan dengan kemampuan orang lain. Sikap seperti ini dapat menumbuhkan penerimaan diri dan kecintaan terhadap diri sendiri. Sebuah sikap yang sangat diperlukan oleh para ibu rumah tangga agar tetap merasa berharga dan bahagia.

Latihan yoga dapat dilakukan sendiri atau berkelompok. Bagi ibu yang kesulitan untuk keluar rumah, Ines menyarankan untuk mengikuti kelas daring pemula yang memberikan pemaparan yang jelas. Asana pada yoga perlu dilakukan dengan benar agar tidak menimbulkan cedera. Bagi pemula, ada beberapa asana yang bisa dilakukan yaitu child pose, seated sidebend, seated neck streatching, cat and cow, downward facing dog, cobra pose, pascimotanasana, bridge pose, eagle pose, vivarita karani with wall, dan savasana.

***

Referensi:

Apsaryanthi, Ni Luh Komang dan Made Diah Lestari. (2017). Perbedaan Tingkat Psychological Well-Being pada Ibu Rumah Tangga dengan Ibu Bekerja di Kabupaten Gianyar. Jurnal Psikologi Udayana, 4(1), 110-118.

Hendrik. (2010). Perbedaan Tingkat Stres antara Perempuan yang Mengikuti Hatha Yoga dan Tidak Mengikuti Hatha Yoga. (Skripsi, Universitas Sanata Dharma, 2010) Diakses dari https://repository.usd.ac.id/28271/

Katyusha, Winona. 5 Alasan Ibu Rumah Tangga Rentan Alami Stres. Diakses dari https://hellosehat.com/mental/stres/ibu-rumah-tangga-rentan-stres/

Kenali Fungsi Sistem Saraf Otonom Beserta Gangguan yang Bisa terjadi.HaloDokter. Diakses dari https://www.alodokter.com/kenali-fungsi-sistem-saraf-otonom-beserta-gangguan-yang-bisa-terjadi#:~:text=Fungsi%20utama%20sistem%20saraf%20parasimpatik,membantu%20tubuh%20menjadi%20lebih%20rileks.

Widyasari, Kadek Anindita dan I gst Ayu Diah Fridari. (2013). Dinamika Kontrol Diri pada Ibu Bekerja yang Menjalani Latihan Yoga. Jurnal Psikologi Udayana 1(1), 84-93.

Penulis: Novia Rahmawati
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa

Air Bersih yang Aman
Kesehatan

Sumber Air Bersih yang Aman untuk Keluarga

Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupan dan melaksanakan aktivitas sehari-hari. Air yang bersih harus memenuhi kriteria air bersih yaitu tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih, dan mempunyai suhu dan pH yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan rasa nyaman. Air bersih juga merupakan air yang bebas dari zat-zat berbahaya seperti bakteri dan unsur kimia yang berbahaya. Pemerintah juga telah mengatur kriteria air bersih yang aman untuk digunakan dan dikonsumi oleh masyarakat Indonesia dalam beberapa peraturan, yaitu:

  • Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum.
  • Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

Untuk memperoleh air bersih yang telah sesuai dengan standar dalam peraturan tersebut, maka perlu dilakukan proses pengolahan air untuk mengubah air baku menjadi air bersih. Air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.

Sumber Air Bersih untuk Skala Rumah Tangga di Indonesia

Air bersih skala rumah tangga di Indonesia berasal dari beberapa sumber, di antaranya yaitu:

Piped Water Supplies

Istilah Piped Water Supplies digunakan untuk sumber air bersih yang berasal dari distribusi perpipaan. Di Indonesia, Piped Water Supply biasanya menjadi solusi untuk penyediaan air bersih di suatu wilayah yang dikelola oleh perusahaan air minum milik pemerintah atau swasta. Dalam menggunakan piped water supply, pelanggan harus membayar harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah kepada badan penyedia air bersih tersebut. Meskipun kualitas air bersih sudah sesuai dengan standar yang berlaku, kemungkinan kontaminasi dalam pipa masih mungkin terjadi sehingga masyarakat biasanya tidak langsung menggunakan sumber air ini sebagai air yang aman untuk langsung dikonsumsi. Untuk memastikan bahwa sumber air ini layak dikonsumsi, maka harus dilakukan proses pemanasan terhadap air yang berlangsung sekitar 20 menit untuk membunuh kuman penyebab penyakit yang mungkin telah mengontaminasi air tersebut.

Non-Piped Water Supplies

Istilah Non-Piped Water Supplies digunakan untuk sumber air bersih yang berasal langsung dari sumber air permukaan (air tanah) dan juga air hujan. Secara kualitas, sumber air ini tidak sebaik sumber air dari distribusi perpipaan. Masyarakat Indonesia melakukan eksploitasi terhadap air tanah secara gratis. Meskipun terkesan lebih murah, air tanah memiliki risiko terkontaminasi oleh bakteri e.coli yang lebih tinggi. Sehingga perlu dilakukan pengelolaan air tanah dan fasilitas sanitasi yang baik agar dapat mengurangi potensi cemaran air tanah.

Selain itu, air tanah di Indonesia juga cenderung mengandung unsur besi dan mangan yang melebih standar baku mutu yang telah ditetapkan bahkan berpotensi terkontaminasi zat pencemar dari limbah hasil aktivitas manusia. Sehingga dalam menggunakan air tanah, sebaiknya dilakukan pengetesan kualitas air ke laboratorium pengujian kualitas air terlebih dahulu. Penggunaan air tanah yang berlebihan juga berdampak negatif terhadap ketersediaan air minum, pertanian berbasis irigasi dan ketahanan pangan, mata pencaharian petani, pembangunan ekonomi terkait, ketahanan terhadap perubahan iklim dan manfaat dari ekosistem yang terdapat pada air tanah.

Bottled Water

Bottled Water merupakan sumber air bersih berupa air kemasan dalam botol atau galon yang banyak diperjualbelikan di tengah masyarakat. Secara kualitas, air galon yang diproduksi oleh pihak berizin dan terkontrol oleh pemerintah relatif lebih aman untuk dikonsumsi. Meskipun demikian air galon cenderung lebih mahal dan beberapa produk terkadang menawarkan galon sekali pakai yang berpotensi sangat tidak ramah lingkungan.

Ancaman Terhadap Sumber Air Bersih

Pencemaran lingkungan yang banyak terjadi saat ini ternyata sangat memengaruhi kualitas air bersih yang kita gunakan. Ancaman perubahan iklim bahkan juga berdampak tak hanya pada kualitas air bersih, tetapi juga memengaruhi kuantitas ketersediaan air bersih. Hal ini dikarenakan peningkatan suhu bumi yang dapat menyebabkan berubahnya cuaca sehingga musim hujan bisa terjadi dalam waktu singkat, sedangkan musim kering dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama, sehingga kelangkaan air dapat terjadi.

Pengelolaan Air Bersih yang Ramah Lingkungan dari Rumah

Hal utama yang dapat kita lakukan dalam pengelolaan air skala rumah tangga adalah bijak dan hemat dalam menggunakan air. Selain itu, kegiatan Rainwater Harvesting atau Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH) juga dapat digunakan dalam memperoleh sumber air bersih yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman dan MCK. Penggunakan deterjen ramah lidngkungan juga dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi masuknya zat pencemar ke dalam badan air di lingkungan kita.

***

Referensi:

http://ciptakarya.pu.go.id/pam/Istilah/Istilah.html

SehatQ. Ini Syarat Air Bersih yang Aman Digunakan dari Fisik Hingga Kimiawi. Diakses dari https://www.sehatq.com/artikel/syarat-syarat-air-bersih-yang-perlu-anda-ketahui

https://journals.itb.ac.id/index.php/jets/article/view/4548/3101

https://www.who.int/water_sanitation_health/gdwqrevision/nonpiped.pdf

Living in Indonesia as Expatriates. Diakses dari https://www.expat.or.id/info/watertreatment.html

HelloSehat. Mana yang Lebih Sehat: Minum Air Galon atau Air Rebusan dari Keran. Diakses dari https://hellosehat.com/nutrisi/tips-makan-sehat/air-galon-dan-air-keran-rebusan/

Gert-Jan Wilbers Zita Sebesvari and Fabrice G. Renaud (2014) Piped-Water Supplies in Rural Areas of the Mekong Delta, Vietnam: Water Quality and Household Perception. Diakses dari https://www.mdpi.com/2073-4441/6/8/2175

Usitha Rajeevan, Binaya Kumar Mishra. (2020). Groundwater for Sustainable Development. Diakses dari https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S2352801X1930116X

Penulis: Silvany Dewita
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa

Healing
Kesehatan

Customize Your Healing Activity

Rani namanya, wanita yang baru saja ikut suaminya ke negara lain. Sebelum keberangkatannya, Rani telah bersepakat dengan rekan bisnisnya untuk pindah dari bagian pengembangan produk dan pemasaran ke bagian advisor perencanaan produk dan marketing. Keputusan itu diambil dengan pertimbangan tugas pokok Rani yang masih beririsan dengan tugas sebelumnya.

Rani menjalani aktivitasnya sebagai istri dan advisor dengan antusias. Tidak ada masalah yang berarti. Timnya bekerja dengan baik meskipun zona waktu mereka jauh berbeda. Semua baik-baik saja, pikirnya saat itu. Zoom meeting demi meeting berlalu, tetapi Rani merasa semakin kosong. Rani berbicara dengan suaminya dan rekan bisnis yang juga sahabatnya, “Kira-kira apa yang salah, ya?” tanyanya saat itu.

Apakah Ibu dan Sisters pernah mendengar atau mengalami kisah serupa? Meskipun mirip, kebutuhan mengekspresikan diri setiap orang ternyata berbeda. Berbelanja, membaca buku, interaksi dengan orang lain merupakan sesuatu yang membuat orang lain hidup. Ada yang merasa bahagia setelah membersihkan rumah dan melihatnya rapi. Di sisi lain, ada pula seseorang yang merasa hidupnya produktif setelah berhasil menolong orang lain.

Apa yang membedakan masing-masing orang? Dalam kajian psikologi positif, setiap orang dianggap memiliki potensi untuk dapat hidup optimal (Gable dan Haidth, 2005). Gallup dalam teorinya menyebut potensi sebagai bakat. Bakat ini membutuhkan ruang berekspresi untuk tumbuh dan hidup. Dalam teorinya, kelebihan adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugasnya dengan kondisi yang selalu tinggi. Komponen untuk menjadikan seseorang selalu dalam kondisi tersebut adalah pengetahuan, skill, dan bakat.

Rani adalah seorang pekerja keras, dia butuh ruang untuk menyalurkan bakatnya yang ternyata tak hanya pada proses berpikir, tetapi juga beraktivitas. Proses pengembangan produk dan pemasaran merupakan aktivitas yang melibatkan Rani untuk terjun secara langsung. Maka tak heran, saat pindah, Rani menjadi kosong karena bakatnya kurang terekspresikan.

Setelah berdiskusi, Rani memutuskan mengikuti saran suaminya untuk terlibat dalam ekosistem baru. Ekosistem yang membuatnya melakukan aktivitas yang sebelumnya tak pernah dilakukan. Rani akhirnya terlibat dalam kegiatan kerelawanan di salah satu panti asuhan anak berkebutuhan khusus. Di sana dia merasa hidupnya produktif karena bisa mengeksekusi berbagai ide untuk membuat mainan edukasi anak. Dia menemukan kebahagiaan dengan merakit berbagai hal dari ide-ide yang dihasilkannya. Rani masih aktif menjalankan bisnisnya, dia juga hidup bahagia dengan suaminya.

Jika Ibu dan Sisters adalah Rani, maka proses pertama yang harus dilakukan adalah berkenalan kembali dengan diri sendiri. Pahami aktivitas apa dan bagaimana aktivitas tersebut bisa membuat diri merasa hidup. Jika merasa kesulitan, ada banyak tes baik gratis maupun berbayar yang bisa membantu menemukan bakat dalam diri. Terakhir, Rani berhasil melengkapi kekosongan dirinya setelah mengambil langkah untuk mencoba aktivitas yang baru baginya. Begitu juga untuk Ibu dan Sisters, melakukan aktivitas baru mungkin bisa menjadi solusi yang patut dicoba.

***

Referensi:

Gable, Shelly L dan Haidth, Jonathan. 2005. What (and Why) is Positive Psychology?. Review of General Psychology. Vol 9. No. 2. pp  103-110. Diakses dari: https://www.researchgate.net/publication/228341568_What_and_Why_Is_Positive_Psychology

Clifton, D.O dan Harter, J.K (2003). Investing in strengths. In A. K S. Cameron, B J. E Dutton & C. R. E Quinn (Eds), Positive Organizational Scholarship: Foundation of a New Discipline (pp, 111-121). San Fransisco: Berrett Koehler Publishers, Inc.

Penulis: Anisatun Nikmah
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa

Lab Belajar Ibu – Post Partum Depression
Kesehatan

Pentingnya Diagnosis Dini Postpartum Depression (PDD) pada Ibu Melahirkan

Hamil dan melahirkan merupakan kejadian fisiologis yang dialami oleh para ibu yang umumnya membahagiakan. Namun, proses kehamilan dan penambahan anggota baru keluarga ini merupakan peristiwa yang menuntut proses adaptasi yang besar sehingga berisiko mencetus berbagai jenis gangguan emosi, salah satunya adalah postpartum depression (PPD) (Aridyanti et al., 2018). PPD merupakan kondisi gangguan emosi yang biasanya muncul pada enam minggu pertama pascamelahirkan dan memerlukan penanganan medis (Stewart et al., 2003). Jika tidak diobati, PPD dapat menimbulkan efek jangka panjang yang membuat ibu mengalami depresi kronis berulang (Wuriastuti dan Rofingatul, 2020).

Selain membahayakan ibu, beberapa penelitian menunjukan bahwa PPD dapat menyebabkan gangguan tingkah laku pada anak di usia tiga tahun, adanya kerusakan kognitif pada anak usia empat tahun, dan penurunan kepuasan perkawinan selama periode postpartum yang dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan suami dan dampak negatif jangka panjang di antara keseluruhan anggota keluarga. Sayangnya, PPD masih dianggap sebagai hal yang wajar, sehingga seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Hal ini terjadi karena pihak penyedia layanan kesehatan biasanya menganggap masalah ibu pascamelahirkan sekadar aktivitas hormon atau postpartum blues yang bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah persalinan (Bellatrix, 2011).

Prevalensi kejadian PPD di Asia cukup tinggi dan bervariasi antara 26-85%. Sedangkan di Indonesia angka kejadian tersebut antara 50-70% dari wanita pascamelahirkan (Sari, 2020). Tahun 2017, penelitian di RSIA Sakina Idaman Yogyakarta menunjukan bahwa persentase PPD pada ibu primapara adalah 70.59% dan ibu multipara adalah 58.82% (Kusuma, 2017). Dalam wawancaranya dengan BBC News, Elvine, dokter spesialis kejiwaan menyebutkan jika gangguan emosi ini berlangsung lebih dari dua minggu maka gangguan tersebut sudah masuk fase depresi. Fase depresi ini tidak akan hilang dengan sendirinya, justru akan menyebabkan perburukan apabila tidak ditangani dengan tepat.

Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia menjadi bukti bahwa PPD adalah kondisi nyata yang memerlukan penanganan serius. Nur Yanariah, pendiri komunitas MotherHope Indonesia menceritakan kisahnya pada BBC News tentang PPD yang sempat ia alami. Yana mengatakan bahwa dirinya pernah dengan sengaja pergi ke danau bersama bayinya pada malam hari dengan pikiran kosong dan perasaan ingin bunuh diri. Selain itu, Yana mengaku pernah menawarkan bayinya yang baru berusia sembilan bulan untuk diadopsi melalui Facebook karena merasa dirinya tidak bisa menjadi ibu yang baik bagi anaknya.

Selain Yana, kisah seorang perempuan di Bandung yang membunuh bayinya setelah merasa mendapat bisikan gaib, juga menjadi contoh lain kasus gangguan emosi pascamelahirkan. Elvine menyebutkan bahwa gangguan kesehatan mental pascamelahirkan merupakan kasus terselubung yang seringkali terlambat disadari dan ditangani. PPD yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala psikotik seperti mendengar suara-suara negatif yang mengancam nyawa ibu dan anak.

Meninjau berbagai efek negatif yang terjadi karena PPD, penting dilakukan diagnosis dini untuk mencegah terjadinya PPD maupun memanajemen ibu yang sudah terdiagnosis agar kondisinya tidak memburuk. Banyak instrumen yang dapat digunakan untuk skrining dalam penegakan diagnosis PPD, salah satunya adalah kuesioner EDPS (Sari, 2020). Selain melakukan screening, mengenal ciri-ciri awal PPD merupakan salah satu langkah pencegahan yang bisa dilakukan oleh ibu dan keluarga terdekat.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorders edisi keempat (DSM IV), ciri-ciri ibu yang mengalami PPD adalah mood yang tertekan, gangguan tidur dan nafsu makan, agitasi fisik, penurunan energi dan konsentrasi, serta adanya keinginan bunuh diri yang berlangsung sejak 4-6 minggu pascamelahirkan (Pradnyana, 2013). Jika ibu atau lingkungan di sekitar ibu menemukan ciri-ciri di atas, jangan ragu untuk meminta bantuan medis agar keselamatan ibu dan bayi tetap terjaga.

***

Referensi:

Aridyanti, D dan Siti Muthia Dinni. (2018). Aplikasi Model Rasch dalam Pengembangan Instrumen Deteksi Dini Postpartum Depression dalam Jurnal Psikologi Volume 45(2), 82 DOI: 10.22146/jpsi.29818.

Bellatrix, Nansa Cahyani. (2011). Dinamika Emosi pada Ibu yang Mengalami Depresi Pasca Persalinan. Surabaya: Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Pendahuluan, halaman: 8–10.

Kusuma, P. D. (2017). Karakteristik Penyebab Terjadinya Depresi Postpartum pada Primipara dan Multipara dalam Jurnal Keperawatan Notokusumo, 5(1), 36–45.

Lestar, Sri. (2018). Depresi Pasca Melahirkan Membuat Saya Ingin Bunuh Diri Bersama Anak. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/majalah-43355369

Pradnyana, Esa et al. Diagnosis dan Tata Laksana Depresi Pospartum Pada Primapara. Bali: SMF Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah. Saputra, Yulia. (2021). Kesehatan Mental: Depresi Perinatal, Pembunuh Senyap yang Mengintai Keselamatan Jiwa Ibu dan Anaknya. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56714093

Penulis: Novia Rahmawati
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Nur Fauziah