Category: Pengetahuan

Pengelolaan Sampah Elektronik
Pengetahuan

Kelola E-Waste dari Rumah

Bicara tentang lingkungan hidup, salah satu hal yang paling sering menjadi topik menarik untuk dibahas adalah timbunan sampah. Kita juga sering mendengar prinsip pemilahan sampah dari sumber yang pada umumnya diklasifikasikan menjadi sampah organik dan anorganik. Padahal zaman sekarang, manusia semakin konsumtif terhadap teknologi berupa ponsel, laptop, televisi, mesin cuci, dan barang-barang elektronik lainnya. Apakah pernah terpikir oleh Ibu dan Sisters, ke mana barang-barang elektronik ini saat mereka sudah tidak lagi digunakan?

Barang elektronik yang sudah tidak digunakan akan menjadi sampah elektronik atau disebut juga dengan e-waste. Menurut International Telecommunication Union (ITU) e-waste adalah all items of electrical and electronic equipment (EEE) and its parts that have been discarded by its owner as waste without the intent of re-use. Menurut PP No 81 Tahun 2012 tentang Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, sampah elektronik yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga termasuk ke dalam sampah rumah tangga yang mengandung bahan beracun dan berbahaya. Oleh sebab itu, e-waste tidak bisa dikeloIa secara sembarangan apalagi oleh pihak-pihak yang tidak memiliki izin untuk mengelola e-waste.

E-waste mengandung logam berat seperti timbal, merkuri, cadmium, dan unsur lainnya yang dapat larut dalam air dan tanah, yang juga dapat diserap oleh tanaman dan hewan. Manusia yang ikut mengonsumsi air, tanaman, dan hewan tersebut juga pada akhirnya akan terpapar dengan logam-logam berat yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Membakar e-waste juga bukan solusi dalam pengelolaan e-waste, sebab akan menghasilkan hydrocarbons, brominated dioxins, dan partikel lainnya yang dapat mengontaminasi udara serta membawa dampak buruk bagi kesehatan manusia.

Dalam PP No 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, e-waste masuk ke dalam kategori sampah spesifik karena mengandung bahan berbahaya dan beracun sehingga memerlukan penanganan khusus dan berizin. Langkah paling awal yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam mengelola e-waste adalah memisahkan sampah elektronik dari sampah yang lain untuk kemudian dikumpulkan pada fasilitas pemerintah atau swasta yang telah memperoleh izin dari pemerintah. Fasilitas yang berizin tersebut akan mengirim hasil pengumpulan sampah elektronik ke perusahaan pengolah sampah elektronik yang sudah berizin. Kemudian, akan dilakukan pengolahan berupa pembongkaran, pemilahan, dan daur ulang. Contoh fasilitas pengumpulan e-waste adalah drop box e-waste, penjemputan e-waste DLHK Jakarta, dan e-waste RJ dropzone. Ibu dan Sisters, yuk, mulai hari ini kita belajar menjadi konsumen yang lebih bertanggung jawab dalam membeli barang!

***

Referensi:

Pemerintah Pusat. 2020. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Sampah Spesifik. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/138876/pp-no-27-tahun-2020

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. 2021. Sampah Spesifik Diatur, Regulasi Pengelolaan Sampah Indonesia Lengkap. Diakses dari https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3595/sampah-spesifik-diatur-regulasi-pengelolaan-sampah-indonesia-lengkap

Pranita, Ellyvon. 2019. Limbah Elektronik di Indonesia, dari Bahaya sampai Solusinya. Diakses dari https://sains.kompas.com/read/2019/09/14/200235723/limbah-elektronik-di-indonesia-dari-bahaya-sampai-solusinya?page=all

Lestari, Heppiana. 2020. E-waste: Definisi, Kategori dan Dampaknya Bagi Lingkungan. Diakses dari https://medium.com/lindungihutan/e-waste-definisi-kategori-dan-dampaknya-pada-lingkungan-bd07a98cd93f

Pengelolaan E-Waste Melalui Pengumpulan dan Penjemputan Sampah Eletronik. Diakses dari https://smartcity.jakarta.go.id/blog/349/pengelolaan-e-waste-melalui-pengumpulan-dan-penjemputan-sampah-elektronik

Penulis: Silvany Dewita
Desainer: Rifki Aviani, Nur Fauziah
Editor: Fadlillah Octa

Bye-Bye Bad Habit
Pengetahuan

Bye-Bye, Bad Habits!

Apakah Ibu dan Sisters punya kebiasaan buruk dan kesulitan untuk mengubahnya? Misalnya ketika bangun di pagi hari dengan suasana rumah yang masih hening, lalu ingin memanfaatkannya untuk me time produktif tanpa diganggu, seperti menulis, olahraga, atau crafting. Namun, kemudian Ibu dan Sisters mengambil smartphone, duduk bersandar di sofa, dan membuka aplikasi media sosial. Scrollingscrollingscrolling… tak terasa langit sudah terang dan tukang sayur sudah datang. Yah, hilang deh kesempatan me time hari ini, pikir Ibu.

Ibu dan Sisters familiar dengan situasi di atas? Jika iya, maka scrolling media sosial mungkin sudah menjadi kebiasaan atau habit. Apakah Ibu mulai terganggu dengan kebiasaan tersebut? Atau ada kebiasaan lain seperti makan camilan manis di malam hari padahal timbangan terus bergerak ke kanan? Atau Ibu dan Sisters sering menonton drakor sampai larut malam? Perlu diketahui bahwa habit adalah mekanisme otak untuk menghemat kerjanya. Karena sudah dilakukan terus-menerus, kegiatan itu menjadi otomatis dan dikerjakan tanpa berpikir. Sayangnya, otak kita tidak bisa membedakan kebiasaan baik dan buruk. Rutinitas yang sering dilakukan, itulah yang direkam otak kita. 

Jika Ibu dan Sisters memiliki kebiasaan buruk yang ingin dihilangkan, jangan khawatir, selalu ada solusi untuk setiap masalah, termasuk cara mengubah kebiasaan buruk. Sebelumnya, kita harus tahu apa trigger dan efek dari sebuah kebiasaan. Di sini kita ambil contoh kebiasaan scrolling media sosial di pagi hari, ya. Namun, konsep tentang habit ini bisa diterapkan pada kebiasaan lain. 

Ibu bisa bertanya kepada diri sendiri, mengapa bermain media sosial di pagi hari? Apakah butuh duduk santai? Atau ingin terkoneksi dengan orang lain? Atau mungkin hanya butuh pemanasan karena masih mengantuk di pagi hari? Bagaimana perasaan Ibu setelah “bermain” media sosial? Apakah merasa terinspirasi? Atau mata jadi segar dan kantuk hilang? Jika sudah tahu penyebab dan efek yang diberikan, Ibu bisa mencari alternatif kegiatan yang memiliki trigger dan efek yang sama. Apa kegiatan lain yang memberi efek sama dengan media sosial? Jika ingin kantuk hilang, bagaimana dengan olahraga ringan atau menulis jurnal?

Agar mengubah kebiasaan bisa lebih efektif, berikut tip yang bisa Ibu dan Sisters lakukan:

  1. Atur agar kebiasaan buruk tidak mungkin dilakukan. Karena scrolling media sosial butuh internet, bagaimana jika koneksi internet dimatikan di pagi hari? Atau yang lebih ekstrem, letakkan gawai di tempat yang sulit dijangkau, sehingga Ibu tidak bisa langsung mengaksesnya.
  2. Sadar betul dengan efek yang diberikan. Tak hanya sadar terhadap efek negatif dari kebiasaan buruk, tetapi juga sadar terhadap efek positif jika berhasil mengubah kebiasaan tersebut. Bermedia sosial di pagi hari walaupun memberi kesenangan sesaat, tetapi juga bisa merusak mood seharian karena kesempatan me time produktif hilang. 
  3. Buat agar rutinitas pengganti menjadi mudah dilakukan. Apa pun kegiatan penggantinya, buat itu terlihat nyata dan bisa segera Ibu lakukan di pagi hari. Misalnya dengan meletakkan buku jurnal atau pengingat olahraga di tempat yang mudah terlihat.

Mengubah kebiasaan memang tidak mudah. Walaupun sudah tahu teori dan solusinya, butuh tekad dan kesadaran kuat untuk benar-benar menggantinya menjadi kebiasaan baru yang lebih baik. Semangat, ya, Ibu dan Sisters!

***

Referensi:

Carden, L., & Wood, W. (2018). Habit formation and change. Current Opinion in Behavioral Sciences, 20, 117–122. doi:10.1016/j.cobeha.2017.12.009

Duhigg, C. (2012) The Power of Habit: Why We Do What We Do in Life and Business. New York: Random House LLC.

Jager, W. (2003) Breaking ’bad habits’: a dynamical perspective on habit formation and change. in: L. Hendrickx, W. Jager, L. Steg, (Eds.) Human Decision Making and Environmental Perception. Understanding and Assisting Human Decision Making in Real-life Settings. Liber Amicorum for Charles Vlek. Groningen: University of Groningen.

Penulis: Detta Devia
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Nur Fauziah

Mengabadikan Nilai Kehidupan Melalui Tulisan (1)
Pengetahuan

Mengabadikan Nilai Kehidupan Melalui Tulisan

Tahukah Ibu dan Sisters hal yang bisa menjaga masa depan? Salah satu jawabannya adalah pelajaran hidup yang tersirat dalam berbagai peninggalan sejarah, seperti karya seni rupa, karya arsitektur, atau bahkan sebuah kalimat. Dari tiga bentuk peninggalan yang dikenal, peninggalan berupa nilai-nilai kehidupan dinilai lebih penting daripada peninggalan dalam bentuk fisik tubuh (gen, kesehatan dan bentuk tubuh) dan peninggalan dalam bentuk material (harta pusaka, harta benda, dan status) (Hunter and Rowles, 2005).

Menulis barangkali bisa diklaim sebagai salah satu jalan termudah mengabadikan peninggalan tersebut, bahkan jika hanya dalam bentuk sebuah kalimat, nilai-nilai yang tersemat bisa hidup melebihi umur pengarangnya. Coscarelli (2010) menyebutkan peninggalan berupa tulisan nilai-nilai kehidupan dapat menjadi hadiah yang bernilai untuk seseorang yang disayangi.

Peninggalan berupa petuah kehidupan biasanya melebur menjadi satu entitas dari identitas seseorang. Tak jarang apabila ada yang mengutip kalimat tertentu tanpa perlu menulis siapa pengarangnya, orang akan langsung tahu siapa oratornya. Misalnya pada kalimat Soekarno, “Berikan aku 1000 orang tua, maka akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia,” kalimat ini masih sering jadi jargon penyemangat yang dikutip dalam teks di hari sumpah pemuda.

Di kalangan milenial saat ini, ketenaran sebuah kalimat tak lagi bergantung pada siapa yang mulai membicarakannya. Contohnya seperti kalimat unik di belakang truk yang juga memiliki panggungnya sendiri. Kalimat tersebut kadang bisa disamakan dengan pepatah atau kata-kata mutiara (Sunu dalam Rizal, 2020). Sebuah makna yang terbungkus dalam satu kalimat sederhana yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, “Hidup kami memang kurang tidur, tapi kami punya banyak mimpi.” Sebaris kalimat petuah kehidupan itu bisa dinikmati semua orang dan tak jarang membuat tersenyum saat membacanya.

Keabadian dari nilai sebuah kalimat juga tak melulu soal isi, tapi soal rasa yang mewakili banyak orang. Kalimat “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini” dari penulis Marchella F.P. cukup menjadi bukti bahwa satu kalimat saja bisa menggerakkan orang untuk bersyukur dengan mengambil hikmah hari ini. Dari satu kalimat tersebut bahkan melahirkan berjuta karya lain, seperti konten cerita di media sosial, buku, bahkan film. Tentu saja kualitas sebuah kalimat tergantung dari penulisnya, tetapi penerimaan makna juga tergantung dari konteks situasi penerimanya.

Sebuah pepatah terkenal “air beriak tanda tak dalam” dan “air yang tenang tanda menghanyutkan” lahir dari kristalisasi nilai-nilai seorang anonim terkait penilaian terhadap perilaku sebagian orang, tetapi konteks dari nilai yang tersemat dalam kalimat tersebut tak akan relevan jika diterapkan pada profesi yang perlu banyak komunikasi seperti penulis, penyair, dan politikus. Tentu saja setiap tindakan memerlukan kompas moral sebagai dasar untuk menjaga nilainya tetap baik dan benar.

Mulai hari ini jangan ragu untuk menulis, ya, Ibu dan Sisters, terutama mengabadikan nilai kehidupan untuk kebaikan di masa depan. Mari penuhi dunia dengan nilai-nilai kebaikan di mana kalimat Ibu dan Sisters bisa mengambil peran.

***

Referensi:

Coscarelli, Anne. (2010). Written Legacies: A Valuable Gift for Those You Love. Diakses dari https://www.simmsmanncenter.ucla.edu/resources/articles-from-the-founding-director/written-legacies-a-valuable-gift-for-those-you-love/.

Hunter, Elizabeth G dan Rowles, Graham D. (2005). Leaving a Legacy: Toward a Typology. Journal of Aging Studies. 327–247. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/248345975_Leaving_a_Legacy_Toward_a_Typology.

Rizal Jawahir Gustav. (2020). Melihat Tulisan-Tulisan Menggelitik di Bak Truk dari Kacamata Budaya. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/15/190500365/melihat-tulisan-tulisan-menggelitik-di-bak-truk-dari-kacamata-budaya-?page=all.

 

Penulis: Anisatun Nikmah
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Nur Fauziah