Category: Pengetahuan

Mengajarkan Matematika LBI
Pengetahuan

Mengajarkan Matematika untuk Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0–6 tahun, sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1. Pada usia ini, anak-anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan sering pula dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Oleh karena itu, anak-anak membutuhkan banyak stimulus untuk mengembangkan aspek perkembangan mereka seperti nilai-nilai agama dan moral, motorik fisik, bahasa, kognitif, emosional, dan seni. Adapun yang termasuk aspek perkembangan kognitif yaitu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan, konsep bentuk, warna, ukuran, pola, dan matematika.

Seperti yang kita tahu, matematika merupakan ilmu yang erat kaitannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, berbicara tentang matematika, yang terlintas ketika mendengar kata tersebut: rumit, susah dan berbagai perspektif lainnya. Bagaimana, nih, menurut Ibu dan Sister? Matematika tentu perlu diajarkan di sekolah, bahkan sejak prasekolah, sesuai dengan tingkat berpikir anak. Penguasaan anak pada matematika bisa menjadi parameter keberhasilan anak di bidang lain, seperti yang dikemukakan oleh Nurhazizah, ”Kemampuan matematis anak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.” Tagle menyatakan, ”At an early age, children have natural love mathematics.”

Wah, menarik, ya, Ibu dan Sister. Seperti yang disebutkan oleh Tagle, pada dasarnya anak suka dengan matematika, sehingga untuk pengajaran matematika sendiri dapat dilakukan sejak anak usia dini. Tentunya para Ibu dan Sister sekalian bisa menyesuaikan pembelajarannya sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Research on children’s learning in the first six years of life demonstrates the importance of early experiences in mathematics. An engaging and encouraging climate for children’s early encounters with mathematics develops their confidence in their ability to understand and use mathematics. These positive experiences help children to develop dispositions such as curiosity, imagination, flexibility, inventiveness, and persistence, which contribute to their future success in and out of school (Clements & Conference Working Group, 2004).

Pembelajaran matematika untuk anak usia dini diperoleh melalui pengalaman langsung dengan suasana yang menggembirakan dan bermakna sehingga mampu menumbuhkan minat anak untuk belajar matematika. Pembelajaran harus dirancang sebaik mungkin sehingga pembelajaran matematika menjadi pengetahuan yang disukai dan menarik dapat tercapai. Bermain, mendongeng, dan praktik langsung dapat menjadi alternatif untuk mengajarkan matematika pada anak usia dini, karena dengan begitu anak dapat belajar banyak hal tanpa merasa terbebani dan tidak mudah jenuh. Selain itu, matematika hendaknya disajikan dengan menggunakan alat bantu berupa objek nyata ataupun gambar untuk menarik minat anak dalam belajar.

Ada beberapa cara sederhana untuk mengajarkan matematika pada anak yang mungkin Ibu dan Sister dapat coba di rumah, yaitu:

  1. Dimulai dari berhitung

Ibu dan Sister bisa memulai mengajarkan matematika pada anak dengan memulai mengenalkan angka pada mereka. Tentunya, dengan cara-cara menarik yang membuat anak termotivasi dan mulai menyukai matematika.

  1. Menggunakan benda yang ada di sekitar

Ibu dan sister bisa menggunakan benda di sekitar untuk mulai mnegajarkan matematika kepada anak. Misalnya, kancing, uang, buku, buah, mainan, dan lain-lain. Mengajarkan matematika akan lebih mudah ketika menggunakan benda fisik yang dapat dilihat dan disentuh langsung oleh anak. 

  1. Kenalkan matematika sebagai permainan

Saat ini banyak sekali berbagai macam permainan anak yang dijual untuk membantu ibu dan sister mengajarkan matematika pada anak. Ibu dan sister bisa memilah dan memilih mana permainan yang sesuai untuk tumbuh kembang anak. Bahkan tanpa disadari, beberapa permainan matematika terbaik biasanya datang dari imajinasi ibu dan sister sendiri, lo. 

  1. Mengaplikasikan matematika dalam keseharian 

Bantu anak-anak kita mendapatkan hasil yang maksimal dari pembelajaran matematika dengan cara mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya, dengan sambil menetapkan tujuan yang dapat dicapai oleh anak. Contoh sederhananya, mengajak anak menghitung jumlah buah yang ada di hadapannya. Dengan menunjukkan kepada anak betapa menyenangkannya matematika, mereka pun nantinya akan menikmati proses tersebut dengan antusias.

***

Referensi:

Apryl, Duncan. (2019). 7 Simple Strategies for Teaching Math to Kids. Diakses dari https://www.thoughtco.com/strategies-for-teaching-math-to-kids-3128859

Mathematics in Early Childhood Learning. Diakses dari https://www.nctm.org/Standards-and-Positions/Position-Statements/Mathematics-in-Early-Childhood-Learning/

Musrikah. (2017). Pengajaran Matematika Pada Anak Usia Dini. Martabat : Jurnal Perempuan dan Anak Vol.1, No1. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/276689-pengajaran-matematika-pada-anak-usia-din-d2183e76.pdf

Rusdawati. (2019). The Early Childhood Mathematics Learning. International Conference of Early Childhood Education. Journal Advances in Social Science, Education and Humanities Research Volume 449. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/343168924_The_Early_Childhood_Mathematics_Learning

Sa’ida, Naili dan Kurniawati, Tri. (2020). Proceding Universitas Muhammadiyah Surabaya International Webinar On Education 2020. Introduction of early childhood mathematics through online learning (e-learning) during the covid-19 pandemic period. Diakses dari http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Pro/article/view/5987

Penulis: Putri Rahayu
Desainer/Illustrator: Rifki Aviani
Editor: Fadlillah Octa

Tips Parenting LBI
Pengetahuan

Membantu Proses Belajar Anak

Proses belajar terjadi setiap saat. Namun, bagi anak-anak, proses ini seolah lebih ditekankan mengingat adanya harapan serta tuntutan dari orang tua. Sebenarnya, apa, sih, yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anaknya belajar?

Anak temanku belajar membaca sejak umur setahun.
Anak tetanggaku bisa tiga bahasa sebelum masuk SD.
Anak saudaraku sudah lancar bermain musik walaupun belum sekolah.
Oh, tidak! Apakah anakku ketinggalan?

Tenang dulu, ya, Bu.

Kemampuan anak, baik itu akademis maupun nonakademis, rasanya selalu menjadi sorotan orang tua. Tidak jarang hal tersebut diceritakan baik ke orang-orang terdekat maupun lewat media sosial. Sayangnya, pengetahuan akan kemampuan anak lain sering membuat orang tua cemas karena anaknya sendiri kalah hebat atau kalah cepat. Padahal manusia terlahir dengan keunikannya masing-masing, baik kelebihan maupun kekurangannya. Belum lagi dengan adanya perbedaan latar belakang dan pengalaman hidup seseorang. Itu sebabnya setiap orang, termasuk anak-anak, memproses dan menangkap sesuatu dengan cara yang berbeda. 

Namun, saya ingin anak saya pintar dan berprestasi. Demi masa depannya yang cemerlang.

Tentu saja, Bu. Setiap orang tua pasti berharap yang terbaik untuk anaknya. Apalagi di era globalisasi ini persaingan semakin ketat. Namun, sebelum memasang target dan harapan, ada baiknya kita sebagai orang tua bertanya kembali, apa, sih, tujuan manusia belajar?

Proses belajar memang ditentukan oleh tujuan awalnya, apakah sekadar untuk lulus dan mendapat nilai bagus, untuk tahu banyak hal, atau lebih dari itu? Proses belajar yang baik sejatinya akan mengubah diri manusia, baik itu cara berpikir, cara melihat sesuatu, hingga cara bertindak. Ini artinya, belajar tidak berhenti ketika kebutuhan informasi sudah didapat. Namun, berkelanjutan hingga benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Wah, ternyata proses belajar kompleks sekali ya, Bu? Tapi tenang saja, orang tua punya kesempatan emas untuk membantu anaknya belajar. Berikut beberapa caranya.

  1. Dorong kemampuan bahasa anak

Hal ini dapat diterapkan sedini mungkin, dengan rutin mengajak bicara, bercerita, atau membacakan buku. Selain mengeratkan ikatan, bercerita dapat memperluas kosa kata, meningkatkan kemampuan memahami, dan berlatih berpikir kritis.

  1. Beri ruang untuk eksplorasi

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa setiap anak berbeda. Untuk mengetahui keunikannya, baik itu bakat minat maupun cara belajar yang cocok, anak perlu banyak mencoba. Ingat mantranya, anak akan belajar dengan maksimal jika ia merasa nyaman, dengan cara yang cocok dengannya, dan dalam bidang yang ia suka. 

  1. Menanyakan pertanyaan open-ended

Sederhananya, lemparkan pertanyaan dengan awalan “mengapa” atau “menurutmu bagaimana”. Atau pertanyaan lain yang butuh jawaban panjang. Setelah bertanya, dengarkanlah. Dengarkan dengan penuh perhatian tanpa menghakimi atau buru-buru mengoreksi. Dengan begitu, Ibu bisa melihat sampai dimana pemahaman sang anak. Bagian mana yang ia sudah mengerti, mana yang belum. 

  1. Bantu anak untuk melihat perspektif yang luas

Setelah Ibu melihat sampai di mana pemahaman anak, mungkin ada bagian yang belum dipahami dengan baik. Tidak masalah. Bantulah sang anak untuk memahami dengan memberinya gambaran yang lebih luas. Dengan melihat gambar besarnya, ia akan lebih mudah membayangkan dan pada akhirnya mengerti. Tidak hanya mengerti ilmunya, tapi juga mengerti mengapa hal ini harus dipelajari.

  1. Latihan keras

Dalam menguasai kemampuan tertentu, misalnya olahraga atau musik, dibutuhkan latihan keras. Latihan keras artinya melawan rasa malas dan bosan, hal ini membutuhkan kemauan dan kecintaan. Karena dengan demikian, latihan yang sulit pun tetap akan dijalani. Maka perlu benar-benar dipastikan bahwa anak memiliki kecintaan dan keinginan kuat dalam menguasai bidang tersebut. 

Bagaimana, Bu? Apakah terbantu dengan tips di atas? Semoga mulai sekarang tidak perlu lagi ya merasa insecure dengan pencapaian anak lain. Lebih baik kita fokus dengan keunikan anak sendiri. Karena proses belajar anak bukanlah kompetisi yang harus dimenangkan. Namun, bagaimana anak kita dapat menemukan “bintangnya” sendiri dan menjadi ahli dalam bidangnya dengan cara yang terbaik. Selamat membersamai proses belajar anak, ya, Bu!

***

Referensi:

Brooks, Clare. MOOC: What Future for Education. University of London: UCL Institute of Education. Diakses dari https://coursera.org/learn/future-education

Penulis: Detta Devia
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa

mengajarkan sains untuk anak
Pengetahuan

Sains untuk Anak: Mengenal Larutan dan Suspensi

Apakah si kecil pernah bertanya tentang “hilangnya” gula saat diaduk dengan air? atau tampak bingung saat berusaha mengaduk minyak dan air tetapi keduanya selalu terpisah? Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan si kecil menunjukan keingintahuan yang besar tentang apa yang terjadi di sekitar mereka. Melakukan eksperimen sains sederhana dapat menjadi alternatif menyenangkan untuk menjawab keingintahuan tersebut. Mari kita kenali apa yang dimaksud dengan sains dan manfaatnya bagi anak.

Apa itu Sains?

Menurut Webster New Collegiate Dictionary, sains adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan, pembelajaran dan eksperimen yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan mengenai hal yang dipelajari.

Apakah Sains Boleh Dikenalkan Pada Anak Usia Dini?

Memperkenalkan sains pada anak tentu saja boleh dilakukan sebagai usaha untuk mengoptimalkan perkembangan mereka. Sains bisa dikenalkan dengan cara yang menyenangkan lewat kegiatan yang melibatkan semua inderanya seperti eksperimen. Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari serta memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaannya dengan berbagai benda di sekitarnya (Izzudin, 2019).

Manfaat Memperkenalkan Sains Pada Anak Usia Dini 

Memperkenalkan sains pada anak dapat memberikan beberapa manfaat yaitu:

  1. Menumbuhkan pola pikir logis pada anak.
  2. Mengembangkan sikap ingin tahu, terbuka, dan kritis.
  3. Menumbuhkan rasa cinta terhadap alam semesta serta menyadari kebesaran Tuhan YME.
  4. Membekali anak dengan keterampilan dan pengetahuan dasar untuk menunjang kemampuan mereka di sekolah dasar.
  5. Sebagai sarana aktivitas variatif yang dapat menjauhkan anak dari gawai.

Eksperimen Sains

Salah satu eksperimen yang bisa dilakukan anak dan orangtua adalah mencampur beberapa material dengan air untuk memperkenalkan larutan dan suspensi.

Alat dan Bahan

  1. 2 buah gelas bening
  2. 2 sdm gula
  3. 2 sdm terigu
  4. air putih secukupnya
  5. 1 buah senter
  6. 1 buah kertas putih

Langkah Kerja

  1. Siapkan 2 buah gelas bening lalu beri label.
  2. Masukkan gula pada gelas 1 dan terigu pada gelas 2.
  3. Masukkan air putih ke dalam gelas 1 dan 2 hingga gelas terisi setengahnya (lihat gambar 1).
  4. Aduk masing-masing gelas lalu diamkan selama 5 menit. Perhatikan apa yang terjadi.
  5. Tempelkan senter yang menyala pada dinding gelas (lihat gambar 2). Perhatikan apa yang terjadi.
Gambar 1. Langkah Kerja Ketiga
Gambar 2. Langkah Kerja Kelima

Pembahasan

Pada gelas 1, gula tampak tercampur sempurna dengan air. Setelah didiamkan selama 5 menit, tidak terbentuk endapan di dasar gelas. Fenomena ini menunjukan bahwa gula dan air merupakan campuran yang tergolong sebagai larutan. Larutan adalah campuran homogen dengan ukuran partikel zat terdispersi (zat terlarut) kurang dari 1 nm. Dikatakan homogen karena setelah dicampur, zat terdispersi dan zat pendispersi (zat pelarut) tidak lagi dapat dibedakan. Larutan bersifat stabil sehingga tidak terbentuk endapan setelah dicampurkan. Larutan memiliki kemampuan meneruskan cahaya sehingga saat senter ditempelkan ke dinding gelas, cahaya akan tampak di kertas karton. 

Pada gelas 2, terigu tidak tercampur dengan air. Setelah didiamkan terbentuk endapan di dasar gelas. Fenomena ini menunjukan bahwa terigu dan air merupakan campuran yang tergolong suspensi. Suspensi merupakan campuran heterogen dengan ukuran partikel zat terdispersi lebih besar dari 100 nm. Saat dicampur, zat terdispersi dan zat pendispersi masih dapat dibedakan dengan jelas. Suspensi bersifat tidak stabil sehingga terbentuk endapan saat didiamkan. Suspensi tidak dapat meneruskan cahaya sehingga saat senter ditempelkan ke dinding gelas, tidak ada cahaya yang tampak di kertas karton. 

Setelah melakukan percobaan di atas, ajaklah anak untuk mencampurkan material apa pun dengan air, misalnya garam, pasir, atau tanah. Lalu mintalah anak untuk menyebutkan jenis campuran yang terjadi dengan mempelajari ciri-ciri larutan dan suspensi dari percobaan sebelumnya. Selamat mencoba!

***

Referensi:

Izzuddin, Ahmad. (2019). Sains dan Pembelajarannya pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan dan Sains 1(3), 353-365. 

Perbedaan Larutan, Suspensi dan Koloid. Eduplasa. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=5KR9ZfLDxg0

Satria, Ase. (2022). Materi Belajar.Sistem Koloid (Larutan, Koloid dan Suspensi). Diakses dari https://www.materibelajar.id/2016/03/sistem-koloid-larutan-koloid-dan.html

Science Definition. Yourdictionary.com. Diakses dari https://www.yourdictionary.com/science

Solution, Suspension and Colloid. Its AumSum Time. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=XEAiLm2zuvc

Suyanto, Slamet. Pengenalan Sains untuk Anak TK dengan Pendekatan “Open Inquiry”. Yogyakarta

Penulis: Novia Rahmawati
Desainer: Rifki Aviani
Editor: Fadlillah Octa

Membaca untuk Menumbuhkan Empati
Pengetahuan

Membaca untuk Membangun Empati Anak

Agar membaca bukan sekadar membaca, bagaimana caranya membaca sambil membangun empati anak?

Kegiatan membaca bagi anak mungkin menjadi salah satu kegiatan edukasi yang bisa dilakukan oleh orang tua. Namun, jika kegiatan membaca tersebut hanya sekadar membaca dan dilakukan dengan proses yang sama, tentunya lama kelamaan kegiatan tersebut akan menjadi sesuatu yang membosankan bagi anak. Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa orang tua yang akhirnya melakukan kegiatan reading aloud (membaca keras) dan storytelling (membacakan cerita) dengan menggunakan alat peraga supaya anak tetap tertarik terhadap kegiatan literasi ini. 

Terkadang orang tua menginginkan agar kegiatan membaca yang dilakukan dapat memberi pengaruh yang positif terhadap kegiatan anak-anak dalam kesehariannya, salah satunya adalah berempati. Tenang saja, karena kegiatan membaca, terutama membaca bacaan narrative text (cerita fiksi) memang dapat mengembangkan rasa empati anak terhadap lingkungan sekitarnya melalui karakter tokoh yang terdapat dalam cerita (Batini, Bartolucci, & Timpone, 2018). 

Untuk itu, dalam buku Membaca untuk Membangun Empati yang ditulis oleh beberapa anggota Komunitas Guru Belajar ini menyebutkan beberapa cara agar kegiatan membaca menjadi lebih bermakna dan menarik bagi anak. Kegiatan ini bisa kita sebut sebagai kegiatan literasi bermakna (Komunitas Guru Belajar, 2020). Eits, jangan salah, ternyata literasi itu bukan sekadar perihal baca dan tulis, tetapi juga bagaimana kita bisa mengolah informasi yang didapatkan dari buku untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini, permasalahan yang akan diselesaikan adalah bagaimana menghadapi orang yang berbeda dari kita (berempati). 

Dalam buku Membaca untuk Membangun Empati ini juga disebutkan bahwa salah satu kegiatan literasi bermakna bisa dilakukan dengan menggunakan media permen warna-warni. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

  1. Pertama, meminta anak untuk memilih warna dari pilihan warna-warna permen yang ada.
  2. Kemudian orang tua memperlihatkan sekotak permen warna-warni, lalu bertanya pada anak, “Menurut kamu, permen-permen ini bagaimana?” Kemungkinan anak akan menjawab, “Warna-warni.”
  3. Setelah itu, orang tua membuat pernyataan sekaligus pertanyaan, “Tahu gak, sih, kita itu sama saja seperti permen-permen ini?”
  4. Selanjutnya, orang tua bisa meminta anak untuk memakan permen tersebut dan bertanya, “Bagaimana rasanya?” Kemungkinan anak akan menjawab, “Manis … enak.”
  5. Terakhir, orang tua menjelaskan bahwa rasa permen yang kita pilih itu sama walau berbeda warnanya, dan permen-permen itu juga sama-sama bisa dimakan. Artinya, kita ini walau berbeda fisiknya (hitam, tinggi, gemuk), tetapi sama-sama manusia dan memiliki kesempatan yang sama.

Setelah kegiatan tersebut, kita bisa membahas lebih lanjut seputar bagaimana contoh sikap berempati di lingkungan sekitar, yang terpenting adalah anak bisa memahami bagaimana konsep berempati itu. Selamat mencoba langkah-langkah di atas! 😊 

Referensi:

Batini, F., Bartolucci, M., & Timpone, A. (2018). The effects of reading aloud in the primary school. Psychology and Education: An Interdisciplinary Journal, 55(1&2), 111-122

Komunitas Guru Belajar. (2020). Guru Belajar: Membaca untuk Membangun Empati (edisi khusus program bersama Indika Foundation). Jakarta Selatan: Kampus Guru Cikal

Penulis: Silvya Budiharti
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa

Banner Web LBI 850×250
KeluargaPengetahuan

Pentingnya Memahami Bahasa Ibu Sebelum Mempelajari Bahasa Asing bagi Anak

Belajar bahasa asing memang penting, tapi kalau anak belajar bahasa asing sebelum mahir bahasa ibunya, akan berpengaruh baik nggak, ya?

Mengingat banyaknya pengaplikasian bahasa asing (khususnya bahasa Inggris) dalam kehidupan sehari-hari, membuat banyak orang tua yang memberikan perhatian ekstra terhadap anaknya dalam hal pendidikan. Misalnya, mendaftarkan anaknya di sekolah bertaraf internasional, mendaftarkan anak les bahasa, dan mengenalkan anak sedini mungkin terhadap bahasa asing, entah itu melalui film, video singkat, maupun kartu kosakata (flashcard). Namun, banyak orang tua yang lupa, bahwa mempelajari bahasa ibu juga penting sebelum memperkenalkan bahasa asing kepada anak. Banyak yang menyepelekan hal ini karena seorang anak biasanya akan menguasai bahasa ibu secara otomatis tanpa perlu proses belajar khusus. Mungkin, bagi yang memiliki orang tua dengan suku yang berbeda, mereka akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu.

Mengapa hal ini menjadi penting?

Ada kasus bahwa terdapat anak yang tidak dapat membedakan antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena si anak yang terbiasa dengan bahasa Inggris sejak kecil, baik dari tontonan, bacaan, bahkan percakapan dengan orang tuanya yang menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Indonesia. Jadi, sejak kecil si anak belum betul-betul memahami, mana yang merupakan bahasa ibunya? Hal ini berdampak pada proses pembelajaran si anak yang kesulitan untuk mempelajari materi sekolah, lantaran bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia.

Jadi, apa saja peran penting bahasa ibu bagi anak?

Menurut Nishanthi (2020), ada beberapa hal yang menjadi alasan kenapa, sih, bahasa ibu itu penting bagi anak, terutama anak-anak yang masih berusia dini. Di antara alasan tersebut adalah bahwa ketika anak sudah memahami bahasa ibunya dengan baik, maka hal ini akan berpengaruh baik terhadap perkembangan intelektual anak tersebut. Selain itu, memahami bahasa ibu dengan baik juga memengaruhi anak ketika ia akan belajar bahasa lain dengan memberikan dasar yang kuat terhadap kemampuan kebahasaan yang dimiliki anak. Hal ini diperoleh dari proses penerjemahan dan transfer yang anak lakukan terhadap struktur bahasa yang berbeda antara bahasa ibu dan bahasa asing yang sedang dipelajari. Alasan ini juga disebutkan oleh Yadav (2014) dalam artikelnya bahwa kefasihan anak terhadap bahasa ibunya akan menjadi dasar kognitif dan linguistik bagi anak dalam mempelajari bahasa lain, misalnya bahasa Inggris.

Oleh karena itu, ada baiknya kita memastikan apakah anak sudah mampu memahami bahasa ibunya sebelum beranjak untuk belajar bahasa asing. Bukan berarti kita tidak boleh mengajarkan bahasa asing pada anak sedari kecil, tapi akan lebih baik ketika kita mengajarkan bahasa asing tersebut sambil memberi pemahaman pada anak tentang bahasa apa yang sedang kita gunakan.

Semoga tulisan ini tidak menyurutkan semangat ibu-ibu dalam mengajarkan bahasa asing pada anak. Semoga bermanfaat, ya! Salam hangat.

Referensi:

Nishanthi, R. (2020). Understanding of the importance of mother tongue learning. International Journal of Trend in Scientific Research and Development, 5(1). 77-80. http://www.ijtsrd.com/

Yadav, M. K. (2014). Role of mother tongue in second language learning. International Journal of Research, 1(11). 572-582

Penulis: Silvya Budiharti
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Fadlillah Octa