Category: Uncategorized

banner politik keluarga – 2
Uncategorized

Peran Ibu dalam Pendidikan Politik Keluarga

Halo Ibu dan Sister, apa kabar? Pemilu tahun ini rasanya berwarna sekali, ya. Bagi yang pilihannya belum terpilih, semoga tidak berkecil hati. Bagi yang pilihannya terpilih, semoga kita semua tetap bersinergi mengawal perjalanan bangsa kita menuju Indonesia Emas di tahun 2045.

Tahun pemilu kali ini menyadarkan kita bahwa Indonesia masih jauh dari demokrasi yang sebenarnya. Kenyataan bahwa keadaan negara yang jauh dari demokrasi ini bisa jadi disebabkan karena kurangnya pendidikan politik. Salah satu pendukung demokrasi yang sangat potensial adalah keterlibatan kaum perempuan dalam kancah politik (Soeharto, 2011).

Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang perempuan, istri atau ibu untuk terlibat dalam kancah politik? Tentunya tidak harus menjadi menteri seperti Bu Retno Marsudi atau Bu Sri Mulyani. Dengan memberikan pendidikan politik sederhana kepada keluarga dan anak-anak, kita sudah melakukan langkah awal yang baik untuk ikut andil dalam pertumbuhan politik di Indonesia.

Sayangnya pendidikan politik dalam keluarga seringkali tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Padahal pendidikan politik memiliki peran krusial dalam membentuk pemahaman dan sikap politik anggota keluarga yang lain, terutama anak-anak. Ibu, sebagai salah satu pilar utama dalam keluarga, ternyata memiliki peran penting dalam pendidikan politik, lho. Kira-kira apa saja sih?

  1. Ibu sebagai Role Model Pertama

Ibu merupakan sosok pertama dan utama yang membersamai anak dalam kehidupannya. Melalui interaksi sehari-hari, anak-anak belajar banyak hal dari ibu, termasuk sikap dan pemahaman tentang politik. Ibu yang aktif memberikan contoh keterlibatannya dalam kegiatan politik seperti pemilu atau diskusi dengan ayah tentang isu-isu politik, tentunya memberikan model atau contoh yang positif bagi anak untuk menghargai proses demokrasi.

  1. Mendidik Nilai dan Etika Politik

Edukasi tentang nilai dan etika politik bisa dimulai dari rumah dengan ibu sebagai gurunya. Pembahasan tentang kejujuran, integritas, toleransi, dan pentingnya partisipasi dalam proses politik adalah beberapa contoh nilai yang dapat ditanamkan untuk anak-anak. Harapannya, anak kita tidak hanya tumbuh cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan sosial dalam berpolitik.

  1. Mengembangkan Kesadaran Sosial dan Politik

Ibu dapat memperkenalkan anak pada konsep-konsep dasar politik dan kehidupan berdemokrasi, serta mengajak mereka mengikuti perkembangan isu-isu terkini. Diskusi tentang berita atau peristiwa politik saat makan bersama atau saat waktu luang lainnya dapat juga meningkatkan kesadaran politik anak-anak, sekaligus memperkuat hubungan antara ibu dan anak.

  1. Mendorong Partisipasi Politik

Ibu juga berperan dalam mendorong anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, baik itu pemilihan umum, diskusi komunitas, atau aktivitas sosial lainnya. Usaha untuk memperkenalkan konsep pentingnya berkontribusi pada masyarakat dan negara melalui partisipasi politik mengajarkan anak akan tanggung jawabnya sebagai warga negara.

Tentu saja, untuk melaksanakan peran ibu sebagai pendidik politik ini tidak mudah. Ibu bisa mengikuti beberapa tips di bawah ini:

  1. Memulai dari Diri Sendiri

Pastikan ibu sudah memahami nilai-nilai politik, sistem pemerintahan, dan isu-isu terkini. Hal ini penting agar Ibu dapat memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada anak.

  1. Menggunakan Media yang Tepat

Ibu bisa memanfaatkan buku, film, atau sumber online yang edukatif untuk memperkenalkan konsep politik kepada anak-anak. Pastikan konten yang disajikan sesuai dengan usia dan pemahaman mereka ya, Bu.

  1. Mendorong Diskusi

Ajak anak-anak berdiskusi tentang berbagai topik politik yang sesuai dengan usia mereka. Berikan ruang bagi mereka untuk bertanya dan mengemukakan pendapat.

  1. Memberikan Contoh 

Tunjukkan partisipasi nyata Ibu dalam kegiatan politik atau sosial. Misalnya, ajak anak mengikuti Ibu saat mencoblos dalam pemilu atau terlibat dalam kegiatan komunitas dan kemasyarakatan.

  1. Mengajarkan Kritis dan Empati

Ajarkan anak untuk kritis terhadap berita atau informasi yang mereka terima. Tanamkan juga nilai empati dan menghargai perbedaan pandangan.

Dengan menerapkan tips ini, ibu dapat memainkan peran efektif dalam mendidik anak-anak tentang politik sehingga membantu untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan politik.

Kesimpulannya, peran ibu dalam pendidikan politik keluarga adalah hal yang fundamental dan berdampak besar pada pembentukan karakter serta kesadaran politik anak-anak dan keluarga. Melalui pendidikan politik di rumah, ibu tidak hanya menanamkan nilai-nilai demokrasi dan keadilan tetapi juga mengajarkan tentang pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan berpolitik dan bermasyarakat. 

Dengan memberikan contoh yang baik, mengajarkan nilai-nilai politik yang benar, serta mendorong diskusi dan kritis terhadap isu politik, ibu membantu membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas dan berwawasan luas, tetapi juga peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan politiknya. Sehingga, peran ibu sangatlah krusial dalam menjamin kelanjutan nilai-nilai positif dalam kehidupan demokrasi dan menciptakan masyarakat yang lebih baik.

Sumber:
Intan Islamia, Fadli Hermawan. 2023. Family Matters: Understanding the Relationship Between Family Background, Parenting Style, and Youth Political Behavior. International Conference on Multidiciplinary Science. KnE Life Science pages 224-232

Saputri, Ravita., Marzuki. 2001. The Role of Parents and Society in Value Education and Civic Education. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan pages 268-274

Soeharto, Ahmad. 2011. Urgensi Pendidikan Politik bagi Perempuan. Muwazah vol. 3 no. 1 (http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=956976&val=14715&title=URGENSI%20PENDIDIKAN%20POLITIK%20BAGI%20PEREMPUAN) 

Penulis: Abigail Angga
Ilustrator: Anggita G. Putri
Editor: Elfita Rahma Aulia

7 cara menjadi tempat curhat anak
KeluargaUncategorized

7 Cara Menjadi Tempat Curhat Anak

“Pagi ini kaget banget dengar cerita dari mamanya teman anakku kalau anakku katanya lagi suka sama teman sekelasnya. Duh, yang jadi pikiran bukan karena anakku yang sedang kasmaran. tetapi kenapa anakku tidak cerita dan malah dapat curhatan dari mama temannya” 

Kira-kira beginilah versi galaunya ibu-ibu yang tidak mendapatkan kesempatan mendengarkan curhat anak secara langsung tapi malah dapat dari cerita orang lain. Semacam ada rasa sedih mengapa bukan kita yang menjadi tempat anak untuk bercerita apa saja termasuk hal-hal kritis seperti ini. Kalau sudah begini jangan ragu untuk evaluasi hubungan kita dengan anak, ya. Setuju, nggak, Bu?

Skenario peristiwa diatas saat ini mungkin banyak terjadi. Salah satu penyebabnya adalah Kemajuan teknologi. Era digital akan memberikan tantangan tersendiri untuk kita para orang tua milenial. Terutama soal pengasuhan anak yang terkadang jadi serba tidak fokus disebabkan oleh gangguan yang datang akibat aktivitas di dunia maya yang dilakukan oleh orang tua secara tidak sadar atau juga oleh anak-anak yang over-focus pada gawainya sehingga less attention dengan lingkungan sekitar akibat pengawasan yang lemah dalam penggunaan gawai oleh orang tua. Hal ini tentu berdampak besar, salah satunya pada kualitas hubungan antara orang tua dan anak yang bisa saja memiliki penurunan komunikasi bahkan sampai hilangnya rasa perhatian antara orang tua dan anak secara tidak sadar. Menurut Bainar (2020) ada beberapa faktor anak memilih curhat dengan orang lain atau di media sosial, (1) karena orang tua pernah abai dan cuek dengan cerita yang pernah disampaikan, (2)  lalu orang tua selalu mendominasi pembicaraan bukan lebih banyak mendengar, dan (3) orang tua tidak mampu membangun komunikasi intensif di sela kesibukannya.

Apabila kondisi ini dibiarkan secara terus menerus maka tidak mengherankan jika anak akan memilih memiliki dunianya sendiri di dalam gawai, seperti lebih memilih curhat lewat media sosial, atau berhubungan dengan orang asing melalui game community-nya hingga pada akhirnya tidak pernah bercerita apapun lagi kepada orang tua. Wah, kalau sudah begini tentu akan sangat repot jika kita tidak lagi menjadi tempat pertama yang anak cari untuk bercerita keluh kesahnya. Selain kita kehilangan golden memory untuk sharing each other, tentu kita akan sulit mengawasi apakah anak berada pada pergaulan, ideologi, atau pemahaman yang tepat sesuai dengan bunda dan ayah harapkan kalau bukan dari ngobrol bareng mendengarkan cerita anak.

Pada dasarnya, orang tua tentu menginginkan kelekatan yang harmonis dengan anak, namun fakta dilapangan sering sekali kita melupakan hal-hal penting pada soal gaya komunikasi yang tepat atau bagaimana cara memberikan perhatian yang disukai oleh anak, sebab ternyata akan berpengaruh pada preferensi anak untuk memilih tempat bercerita (Pandu dkk. 2014). Oleh sebab itu nih, Ibu dan Sister, ada tips untuk kita para orang tua agar dapat menjadi pilihan pertama tempat anak bercerita sejak kecil (Sihabudin, 2015) :

1. Menciptakan hubungan baik

Orang tua berwajah manis kepada anak, sering menanyakan hal-hal remeh yang merupakan tanda bahwa orang tuanya sangat perhatian walau terhadap hal-hal kecil, dan ketika anak datang kepada kita, kita harus membangun suasana nyaman dan terbuka siap mendengar, seperti contoh Wah, gimana hari ini? Apakah ada yang bisa Ibu bantu?”

2. Mendengarkan dengan sepenuh hati

Saat anak sudah datang dan berani bercerita, maka jangan pernah sekali-kali kita membagi waktu berceritanya dengan hal apapun. Bermain gawai, mengurus pekerjaan dsb. Respon paling tepat adalah segera letakkan gawai, dan tatap wajah anak dengan seksama.

3. Bukan asal potong

Nah, sering banget ya, Bu, kita para orang tua memotong cerita anak dan memberikan tanggapan, padahal mungkin masih banyak cerita yang ingin anak sampaikan. Jadi, mulai sekarang biarkan anak bercerita sampai pada akhirnya dia bertanya tentang tanggapan kita.

4. Berempati dengan ceritanya

Ayo buk belajar masuk kedalam perasaan anak kita saat mereka bercerita. Sehingga tanggapan kita bisa sesuai dengan sudut pandangnya, dan kita tidak melukai perasaannya, bisa dibilang kita harus mampu memvalidasi perasaan anak saat bercerita apakah dia sedih, senang, takut atau kecewa.

5. Menjadi pendengar yang baik

Soal ini kita harus banyak berlatih dengan anak, kita harus mulai belajar bisa membaca kehendak anak, apakah anak hanya ingin mendengar atau anak mencari solusi dari sisi kita. Jangan sampai ternyata anak hanya ingin cerita, tetapi kita malah memberi tanggapan berupa nasihat sepanjang kereta api. Hehehe…

6. Jangan jadi guru, tapi teman

Kita tidak perlu merasa lebih tahu untuk hal-hal tertentu dibandingkan anak. Anggaplah kita sedang berdiskusi dan sama sama tidak tahu persoalan ini.

7. Bisa menjaga rahasia

Nah ini lho, Bu, seringkali kita tidak tahan untuk cerita ke orang lain soal cerita anak kita. Padahal kita sudah jadi tempat kepercayaan anak lho, Bu. Jadi, jangan sampai anak malah tidak mau cerita ke kita lagi, ya.

***

Referensi:

Bainar. (2020). Urgensi Mendengarkan Pendapat Anak Dalam Pendidikan Islam Bagi Orang Tua Muslim Perpektif Al-Quran Di Era Digital. Al-Mutharahah: Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial Keagamaan. Vol. 17 No. 2. Juli-Desember 2020. P-Issn 2088-0871. Doi: 10.46781/Al-Mutharahah.V17i2.143

Pandu Me. Abbas Rr. Mengge B. (2014). Orang Tua Ideal Masa Kini (Studi Keharmonisan Orang Tua-Anak Pada Empat Etnik Di Makassar). J.Socius Volume Xv, Januari – April 2014.

Sihabudin M. (2015). Peranan Orang Tua Dalam Bimbingan Konseling Siswa. Jurnal Kependidikan, Vol. Iii No. 2 

Penulis: Anisha Ayuning Tryas
Desainer/Illustrator: Rifki Aviani
Editor: Fadlillah Octa