Tag: Inspirasi

coping with reverse culture
KeluargaResensi

Bergenggaman Tangan Melejitkan Potensi Bersama Saat Aku dan Dia Menjelma Menjadi Kita

Judul buku:  Awe-Inspiring Us: Sebuah Perjalanan Mengukir Cinta, Merenda Asa, Menggapai Pernikahan Mulia
Penulis: Dewi Nur Aisyah
Tebal buku: 370 halaman
Penerbit: Penerbit Ikon
Tahun terbit: 2020 (Cetakan ketiga)

“Setelah lulus kuliah lebih baik lanjut S2, menikah, atau bekerja, ya?”
“Lebih baik menikah via taaruf atau keluarga?”
“Bagaimana cara menentukan kriteria pasangan?”
“Jika setelah menikah aku ingin menggapai cita, apakah aku bisa?”

Sekelumit pertanyaan di atas terkadang membuat kita ragu untuk menjawabnya sehingga rasa khawatir akan masa depan yang tidak membahagiakan hadir dalam benak kita. Namun, hal tersebut dipecahkan oleh Dewi Nur Aisyah melalui bukunya “Awe-Inspiring Us: Sebuah Perjalanan Mengukir Cinta, Merenda Asa, Menggapai Pernikahan Mulia”. Ia menjabarkan bahwa status lajang, menikah, dan memiliki anak tidak akan menghentikan langkah kita dalam meraih cita-cita. 

Selama masa pandemi COVID-19 lalu, mungkin sebagian besar dari kita sudah akrab dengan sosok dirinya. Yup! Dewi Nur Aisyah, S.KM, M.Sc, PhD, DIC merupakan seorang epidemiologis sekaligus ibu tiga anak yang menjabat sebagai Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan COVID-19. Oh, ya, tahukah Ibu dan Sister? Ketika Dewi Nur Aisyah masuk gugus tugas demi panggilan negara pada Maret 2020, anak keduanya belum genap berusia 2 tahun, lho! Bahkan, ia hamil anak ketiga di tengah penugasan. Usai lima hari melahirkan, Dewi sudah melakukan presentasi dalam rapat koordinasi nasional mengingat gentingnya situasi kesehatan masyarakat saat itu.

That was soooo amazing! 

Selain berkiprah sebagai peneliti, ahli epidemiologi, dan pakar informatika penyakit menular dari Indonesia, Dewi juga seorang penulis yang telah menghasilkan tiga buku. Salah satu adalah buku yang akan kita bahas berikut ini. 

Buku “Awe-Inspiring Us: Sebuah Perjalanan Mengukir Cinta, Merenda Asa, Menggapai Pernikahan Mulia” terdiri atas lima bab yang saling berkesinambungan. Bab 1 berjudul “Masa Penantian” di mana Dewi memaparkannya  dalam enam subbab mengenai berbagai kiat, misalnya memaksimalkan masa lajang dengan tidak menjadi orang yang biasa-biasa saja. Ia juga memotret kegalauan dari seorang dewasa muda yang bimbang memilih antara melanjutkan hidup dengan bekerja, studi lanjut, atau menikah. Dalam ikhtiar menjemput takdir Tuhan sembari memetakan kriteria pasangan ideal, ternyata menunggu tak selamanya membosankan kok.

Selanjutnya dengan tajuk “Jodohmu Adalah Dia”, pada Bab 2 menceritakan mengenai berbagai dinamika kehidupan yang ternyata masih terus berjalan meskipun hilal jodoh sudah mulai tampak. Paparan itu diceritakannya dalam sub bab taaruf, drama beda suku, penyampaian rencana kepada orang tua, membangun visi dan misi kehidupan setelah bersama, hingga hal unik seperti menyematkan prinsip supermarket kepada calon pasangan, yakni dengan tidak menggantungkan ekspektasi terlalu tinggi kepada pasangan.

Pada Bab 3, Dewi lebih mengedepankan bagaimana perjalanan kehidupan selama berumah tangga. Di sini, Dewi memberikan judul “Membangun Rumah Tangga, Sebuah Jalan Menuju Surga” pada babnya. Isi pada bab ini menggambarkan bahwa menikah tidak sesederhana dunia milik berdua. Akan selalu ada konflik yang menyertai. Sebagai pasangan, baik suami maupun istri, harus memahami aturan dalam berkonflik dengan menggunakan gas dan rem. Tak hanya itu, Dewi juga membahas perihal cemburu, mengejar cita-cita, hingga memberi ruang antara satu sama lain.

Kehadiran anak dan segala bumbu mengenai pengasuhan dibahas oleh Dewi pada Bab 4 dalam tajuk “Another Miracles”. Dewi mengisahkan bagaimana ia berjuang hamil dalam keadaan hipertiroid, melahirkan dan membesarkan anak di negeri orang tanpa pengasuh, hingga bagaimana ia memaknai kehadiran sang anak sebagai hadiah sekaligus sumber amal. Dewi berpendapat, menikah dan memiliki anak menjadi sumber kekuatan potensi yang sebelumnya tak terbayangkan. Kuncinya hanya ada dalam satu frasa, yaitu kerja sama. Oleh karena itu,  Dewi menekankan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan sehingga ia juga membagikan beberapa catatan bagi calon ayah serta tip merawat bayi yang baru lahir.

Bab 5 yang berjudul “PhD Mom and Dad: Sebuah Catatan Perjalanan” menjadi ejawantah dari karir Dewi selama ini. Ia menebas segala keraguan tentang menjalani pendidikan level tertinggi sambil berumah tangga. Menjadi student parent berarti juga melatih manajemen waktu, mengejar kebermanfaatan, menyelaraskan cita, dan tentu saja menjadi promotor kebaikan. Semua itu berakar dari niat dan perencanaan. Bagi Dewi yang juga sebagai honorary senior research associate di Institute of Epidemiology and Health Care, University College London ini, pernikahan tidak sekadar membangun satu menara, tetapi juga mengangkasa bersama.

Kesan saya setelah membaca buku ini rasanya ingin bersyukur tentang bagaimana Tuhan memelihara kita melalui rencana terbaik-Nya. Buku ini juga menjadi pelecut semangat ketika rasa lelah atau malas mendera. Sebagai student mom, saya sangat merasa terhubung dengan tulisan yang dipaparkan Dewi dan seolah diingatkan bahwa family study balance itu merupakan suatu keniscayaan selama hal itu terus diupayakan bersama pasangan. 

Menurut saya, buku ini dari sisi konten sudah mantap betul. Namun, saya agak menyayangkan beberapa hal minor yang cukup mengganggu dari sisi visual. Hal tersebut adalah penggunaan font berwarna hijau di atas kertas berlatar hitam pada bagian daftar isi. Kemudian, komposisi potret Dewi bersama suami dan sang anak yang menggunakan lahan hingga setengah bagian kover sehingga agak mengaburkan fokus sub judul dan gambar ilustrasi di belakangnya. 

Namun di luar hal tersebut, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh siapa saja. Beneran, deh! Terutama untuk kamu yang masih kuliah atau sudah lulus dan berstatus lajang karena kamu akan memperoleh gambaran kehidupan pernikahan dengan kehadiran anak di dalamnya. Pun bagi yang sudah menikah dan memiliki anak, buku ini menjadi semacam motivasi dan pengingat diri bahwa nikmat Tuhan tuh ternyata ada di mana-mana, lho. Ingat, ya, Ibu dan Sister, tidak ada yang tidak mungkin dalam mengejar cita-cita, terlepas dari status apa yang kita sandang saat ini.


“…. karena hakikatnya pernikahan bukanlah saat kita mencari pasangan yang sempurna, melainkan saat mencari teman hingga ke surga.”

– Dewi Nur Aisyah

***

Penulis: Hanifa Paramitha Siswanti
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Dwi Martina Dewi

Mengabadikan Nilai Kehidupan Melalui Tulisan (1)
Pengetahuan

Mengabadikan Nilai Kehidupan Melalui Tulisan

Tahukah Ibu dan Sisters hal yang bisa menjaga masa depan? Salah satu jawabannya adalah pelajaran hidup yang tersirat dalam berbagai peninggalan sejarah, seperti karya seni rupa, karya arsitektur, atau bahkan sebuah kalimat. Dari tiga bentuk peninggalan yang dikenal, peninggalan berupa nilai-nilai kehidupan dinilai lebih penting daripada peninggalan dalam bentuk fisik tubuh (gen, kesehatan dan bentuk tubuh) dan peninggalan dalam bentuk material (harta pusaka, harta benda, dan status) (Hunter and Rowles, 2005).

Menulis barangkali bisa diklaim sebagai salah satu jalan termudah mengabadikan peninggalan tersebut, bahkan jika hanya dalam bentuk sebuah kalimat, nilai-nilai yang tersemat bisa hidup melebihi umur pengarangnya. Coscarelli (2010) menyebutkan peninggalan berupa tulisan nilai-nilai kehidupan dapat menjadi hadiah yang bernilai untuk seseorang yang disayangi.

Peninggalan berupa petuah kehidupan biasanya melebur menjadi satu entitas dari identitas seseorang. Tak jarang apabila ada yang mengutip kalimat tertentu tanpa perlu menulis siapa pengarangnya, orang akan langsung tahu siapa oratornya. Misalnya pada kalimat Soekarno, “Berikan aku 1000 orang tua, maka akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia,” kalimat ini masih sering jadi jargon penyemangat yang dikutip dalam teks di hari sumpah pemuda.

Di kalangan milenial saat ini, ketenaran sebuah kalimat tak lagi bergantung pada siapa yang mulai membicarakannya. Contohnya seperti kalimat unik di belakang truk yang juga memiliki panggungnya sendiri. Kalimat tersebut kadang bisa disamakan dengan pepatah atau kata-kata mutiara (Sunu dalam Rizal, 2020). Sebuah makna yang terbungkus dalam satu kalimat sederhana yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, “Hidup kami memang kurang tidur, tapi kami punya banyak mimpi.” Sebaris kalimat petuah kehidupan itu bisa dinikmati semua orang dan tak jarang membuat tersenyum saat membacanya.

Keabadian dari nilai sebuah kalimat juga tak melulu soal isi, tapi soal rasa yang mewakili banyak orang. Kalimat “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini” dari penulis Marchella F.P. cukup menjadi bukti bahwa satu kalimat saja bisa menggerakkan orang untuk bersyukur dengan mengambil hikmah hari ini. Dari satu kalimat tersebut bahkan melahirkan berjuta karya lain, seperti konten cerita di media sosial, buku, bahkan film. Tentu saja kualitas sebuah kalimat tergantung dari penulisnya, tetapi penerimaan makna juga tergantung dari konteks situasi penerimanya.

Sebuah pepatah terkenal “air beriak tanda tak dalam” dan “air yang tenang tanda menghanyutkan” lahir dari kristalisasi nilai-nilai seorang anonim terkait penilaian terhadap perilaku sebagian orang, tetapi konteks dari nilai yang tersemat dalam kalimat tersebut tak akan relevan jika diterapkan pada profesi yang perlu banyak komunikasi seperti penulis, penyair, dan politikus. Tentu saja setiap tindakan memerlukan kompas moral sebagai dasar untuk menjaga nilainya tetap baik dan benar.

Mulai hari ini jangan ragu untuk menulis, ya, Ibu dan Sisters, terutama mengabadikan nilai kehidupan untuk kebaikan di masa depan. Mari penuhi dunia dengan nilai-nilai kebaikan di mana kalimat Ibu dan Sisters bisa mengambil peran.

***

Referensi:

Coscarelli, Anne. (2010). Written Legacies: A Valuable Gift for Those You Love. Diakses dari https://www.simmsmanncenter.ucla.edu/resources/articles-from-the-founding-director/written-legacies-a-valuable-gift-for-those-you-love/.

Hunter, Elizabeth G dan Rowles, Graham D. (2005). Leaving a Legacy: Toward a Typology. Journal of Aging Studies. 327–247. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/248345975_Leaving_a_Legacy_Toward_a_Typology.

Rizal Jawahir Gustav. (2020). Melihat Tulisan-Tulisan Menggelitik di Bak Truk dari Kacamata Budaya. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/15/190500365/melihat-tulisan-tulisan-menggelitik-di-bak-truk-dari-kacamata-budaya-?page=all.

 

Penulis: Anisatun Nikmah
Desainer: Sri Mulyasari Aryana
Editor: Nur Fauziah