Tag: Peran Orang Tua

menyerahkan pendidikan anak
Keluarga

Kolaborasi Peran Guru dan Orang Tua dalam Pendidikan Anak

Sebagian besar orang tua beranggapan bahwa mendidik anak itu adalah dengan memasukkan anak mereka ke sekolah. Terlebih di era modern dan canggih seperti sekarang, para orang tua seakan berlomba-lomba mencari sekolah terbaik dan favorit untuk anak-anaknya agar mendapatkan pendidikan yang terbaik pula. Memang tidak salah, namun jika kita renungi lagi, fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab pendidikan anak. Ketika anak memasuki masa sekolah, lantas bagaimana peran orangtua dalam pendidikannya? Apakah tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya diserahkan ke sekolah?

Belum lepas dari situasi pandemi COVID-19 di mana kebijakan pendidikan dalam bentuk pembelajaran secara daring, yang mengubah seluruh paradigma dan kebiasaan dalam pembelajaran yang selama ini dipahami oleh anak dan para orang tua. Selama pembelajaran daring, orang tua merasa mendadak menjadi “guru” bagi anak-anaknya, merasa kewalahan, bahkan anak pun merasakan dampak buruk.

Hal ini seperti laporan penelitian oleh yayasan kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (2020) mengemukakan data bahwa selama pembelajaran daring dari rumah sebanyak 61,5% anak-anak merasa mengalami kekerasan verbal dan 11,3% anak-anak merasa mengalami kekerasan fisik. Sebaliknya, sebanyak 64% orang tua merasa sudah melakukan praktik pengasuhan positif tanpa kekerasan. Hasil ini tentu sebagiannya mendapat pengaruh situasi pandemi COVID-19 yang cukup menantang dan menekan secara psikologis bagi orang tua maupun anak. 

Namun terlepas dari itu, faktanya kebanyakan orang tua belum memahami peran sebagai orang tua dalam pendidikan anak ketika anak memasuki masa sekolah. Sebagian besar orang tua menyerahkan peran pendidikan anak kepada sekolah, anak tidak mendapatkan bimbingan dan dukungan yang cukup baik di rumah. Wajar jika anak-anak mengalami demotivasi atau kehilangan semangat dan minat mereka dalam belajar.

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam banyak literatur disebutkan bahwa peran orang tua dalam pendidikan anak yaitu ada tiga:

1. Orang tua sebagai penuntun; orang tua adalah pendidik yang senantiasa berusaha sebaik mungkin untuk kemajuan anak-anaknya. 

2. Orang tua sebagai pengajar; orang tua dapat bertindak sebagai pengajar bila memiliki pengetahuan.

3. Orang tua sebagai teladan (role model); orang tua sebagai pemimpin pekerjaan atau pemberi contoh teladan, pembentukan karakter baik secara individu dan sosial.

Di sisi lain peran sekolah merupakan tempat mengajar, mendidik, dan melatih peserta didik agar memiliki kompetensi yang telah ditentukan. Dari sini, terlihat jelas perbedaan antara peran orang tua dan sekolah dalam pendidikan anak di mana kedua peran ini berbeda namun sangat beririsan. Maka, terjawab sudah bahwa pendidikan anak yang utama adalah ada pada orang tua. Sekolah sebagai salah satu wadah atau institusi yang membantu dan mendukung para orang tua dalam mendidik anak.

Orang tua tidak dapat lepas tangan begitu saja, saat memasukkan anak ke sekolah karena pendidikan di rumah dari orang tua akan menjadi peran sentral bagi perkembangan anak baik secara individu, sosial, maupun akademik. Agar pendidikan anak mencapai optimal sesuai perkembangannya, harus adanya sinergi antara peran orang tua dan sekolah.

Dalam ilmu psikologi pendidikan disebut dengan istilah family-school partnership, yaitu hubungan kolaborasi dan aktivitas siswa di sekolah yang melibatkan staf sekolah, orang tua, dan anggota keluarga lainnya. Kolaborasi atau kemitraan yang efektif didasarkan pada rasa saling percaya dan saling menghormati, dan tanggung jawab bersama untuk pendidikan anak-anak di sekolah.

Kunci dari kolaborasi antara peran orang tua dan guru (peran sekolah) yaitu 3R: respect, responsibility, dan relationship. Respect (rasa hormat), di mana sekolah memberikan akses layanan, dukungan, sumber daya, dan pertemuan di waktu dan tempat yang berfungsi untuk mempertemukan orang tua dan sekolah. Responsibility (tanggung jawab), dengan “terciptanya sekolah yang ramah bagi orang tua dan rumah yang ramah bagi sekolah” (Joyce Epsteen, John Hopkins University Amerika). Kunci yang terakhir relationship (hubungan) adalah hubungan yang bermakna antara sekolah dan orang tua atau hubungan yang membangun kepercayaan yang mendukung kemitraan berkualitas. Kunci kolaborasi ini tentu harus dapat dipahami dan dilaksanakan oleh keduanya, baik sekolah maupun orang tua agar perkembangan anak mencapai hasil optimal di setiap fasenya.

***

Referensi

American Federation of Teachers. (2007). Building Parent-Teacher Relationships. [Online]. Diakses dari  https://www.readingrockets.org/article/building-parent-teacher-relationships

Departement of Education, Employment and Workplace Relations. (2017). Family – School Partnerships Framework. Australia Government

Jantika, Y. (2018). Tiga R untuk Kemitraan Sekolah dengan Orangtua. [Online] Diakses dari https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/view&id=4830 

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Salinan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta: Kemdikbud

Pusitaningtyas, A. (2016). Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Guru Terhadap Kreativitas Siswa. Proceeding of ICECRS Universiti Utara Malaysia. 1 935-942. DOI: http://dx.doi.org/10.21070/picecrs.v1i1.632

Wahana Visi Indonesia. (2020). Pandemi Covid dan Pengaruhnya Terhadap Anak Indonesia. Jakarta: Wahana Visi Indonesia

Penulis: Tuti Azizah
Desainer/Illustrator: Rifki Aviani
Editor: Fadlillah Octa

Critical Thinking
Keluarga

Bagaimana, ya, Cara Melatih Anak Berpikir Kritis?

Hari ini, kita dihadapkan oleh beberapa kemampuan yang harus dikuasai atau dimiliki oleh anak, salah satunya adalah kemampuan untuk berpikir kritis (critical thinking). Terlebih untuk saat ini, anak-anak yang sudah bersekolah harus sering menghadapi beberapa materi atau tugas yang bersifat HOTS (Higher-Order Thinking Skill). HOTS merupakan salah satu hal yang berhubungan erat dengan critical thinking, selain problem solving (penyelesaian masalah) dan decision making (membuat keputusan) (Alsaleh, 2020). Peran orang tua sangat dibutuhkan karena tidak bisa selamanya hanya bergantung dengan peran guru di sekolah. Apalagi saat kondisi pandemi yang membuat para orang tua harus memutar otak untuk mengajarkan materi sekolah kepada anaknya, menggantikan para guru di sekolahnya.

Para orang tua mungkin akan menemukan beberapa materi terasa lebih rumit bagi anaknya, sehingga membutuhkan kemampuan menganalis, berbeda dengan materi yang pernah mereka pelajari dulu ketika masih bersekolah. Maka dari itu, melatih critical thinking pada anak sangat dibutuhkan. Di dalam artikel jurnal dari Alsaleh (2020) dan Boser (2020), ditemukan beberapa irisan tentang cara atau aktivitas yang bisa orang tua lakukan untuk melatih kemampuan critical thinking pada anak di sela-sela waktu belajarnya.

Kegiatan pertama yang bisa orang tua lakukan adalah mengajak anak untuk membantu dalam mengambil keputusan. Ketika meminta anak untuk mengambil keputusan, orang tua juga bisa sambil bertanya pada anak, keputusan apa yang diambil dan mengapa dia memilih itu. Hal ini bisa dimulai dari yang paling sederhana, seperti memutuskan mau makan apa atau mau membeli pakaian yang mana.

Lalu, kegiatan lainnya yang bisa dilakukan adalah mengajak anak untuk melakukan active reading. Dalam kegiatan ini, para orang tua bisa melakukan kegiatan membaca bersama-sama. Setelah membaca, kegiatan tidak berhenti di situ, tetapi orang tua bisa mencoba untuk berdiskusi dengan anak mengenai hal-hal yang berkaitan dengan buku yang baru saja dibaca. Misalnya, mendiskusikan pendapat mereka tentang isi ceritanya, apakah bagus atau tidak dan mengapa, lalu juga mendiskusikan bagaimana karakter-karakter dalam buku tersebut. Buku yang akan dibaca, sebaiknya disesuaikan dengan apa yang anak sukai. Kalau ia menyukai hal-hal yang berbau astronomi, kita bisa menyediakan anak buku cerita dengan latar belakang dunia astronomi, sehingga bisa meningkatkan keterlibatan dan kesenangan anak terhadap kegiatan membaca.

Itulah contoh kegiatan yang bisa dilakukan sebagai orang tua terhadap anaknya untuk meningkatkan kemampuan critical thinking. Yang perlu dicatat, peran orang tua dalam hal ini sangat penting, terutama dalam mendengarkan pendapat anak terhadap suatu hal. Mungkin terlihat sepele, tetapi anak akan merasa sangat dihargai ketika mereka didengarkan pendapatnya.

***

Referensi:

Alsaleh, N. J. (2020). Teaching critical thinking skills : Literature Review. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology. 19(1), 21–39.

Boser, U. (2020). How parents can teach kids critical thinking: a research-based guide to help highlight the importance of critical thinking. Diakses dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-social-trust/202002/how-parents-can-teach-kids-critical-thinking

Penulis: Silvya Budiharti
Desainer: Rifki Aviani, Nur Fauziah
Editor: Fadlillah Octa